Atas Nama Harga Diri

Biar Tekor Asal Kesohor

Dalam dunia percowokan, dikenal istilah “anti ditraktir cewek”. Karena kalau itu terjadi, niscaya apa yang menggantung di bawah puser, akan berubah menjadi kuaci. Haahhh…! Masa sih? Ya nggak lah, paling juga tuh cowok kepalanya langsung mengempis kayak balon bocor lantaran merasa kehilangan harga diri yang perkilonya tentu lebih mahal dari harga semangka.

Tapi sejak kegiatan ngutang dinaikin derajatnya dengan image modern dan beradab oleh bank yang menerbitkan kartu kredit, hal tersebut sangat membantu cowok jaim, dari kehilangan harga pasarannya karena akan terhindar dari ketahuan lagi bokek.

Singkat kata singkat cerita, dikisahkan tentang pasangan muda-mudi sedang menikmati makan malam di suatu restoran. Cahaya lampunya hanya diterangi dengan sebuah lilin dan lampu tembak. Loh? *Btw, kalau pasangan calon Gubernur di saat mereka lagi makan, apakah semesra muda-mudi yang sedang jatuh ngusruk, eh jatuh cinta, gak yah?*

Terjadinya dinner yang sahdu tersebut tidak lepas dari peran sang cowok sebagai pejantan tangguh, seperti ayam jagonya pakde Giman, dan yang memilih lokasi dinner tentu sang cowok, duonk. Lalu, setelah proses mindahin makanan dari piring ke dalam perut selesai, ditambah lagi seperti lagunya Kaka Slank, waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, sang cewekpun mengacungkan tangan, tapi bukan untuk mengajukan pertanyaan, melainkan memberikan isyarat kepada salah satu pelayan agar mejanya diberikan lembar tagihan.

Ketika tagihan datang, dengan sigap sang cowok meminta agar ia yang membayarkan semua tagihan, maka sang pelayanpun diberikan kartu utang, eh, kartu kredit oleh sang cowok. Begitulah, pertemuan untuk dinner muda-mudi tersebut akhirnya menjadi rutinitas dan berlangsung hampir sebulan penuh.

Pada suatu sore ada seorang cowok yang melompati pagar dan masuk ke pekarangan tetangganya, padahal cowok tersebut tau kalau tetangganya punya 2 ekor anjing yang jenisnya mirip dengan film Lassie (Hi.. hi… hi.. ketauan dah gak ngerti jenis-jenis anjing, makanya riset dulu kalau mau nulis).

Resiko tersebut ditempuh bukan karena bodoh, tapi itu merupakan tindakan kalap, lantaran dia akan segera berhadapan dengan 2 ekor anjing lapar yang sedari pagi ditinggal sang majikan ke kantor. Rupanya cowok tersebut butuh tantangan lainnya yang lebih dari sekedar 2 ekor anjing penjaga, karena itu ia segera memanjat pagar tetangga lainnya, dan kali ini sang empu sedang ada di rumah, kontan saja ia pun berteriak, “Muuaaaaaliiiiiinggg!!!!!”.

Untung tak dapat diraih, malang emang uda nasibnya, mungkin itulah pepatah kuno yang tepat buat cowok pelompat pagar tersebut, ia dihajar oleh warga yang juga menganggapnya sebagai maling, walau orang-orang yang menghajar itu sebetulnya tidak tau apa yang dimaling, tapi karena mukanya mirip maling, cowok tersebut akhirnya harus rela dicolek bogem mentah, bogem setengah mateng, dan bogem spesial pake telor.

Lalu, siapa sebetulnya cowok pelompat pagar tersebut, dan apa korelasinya dengan muda-mudi yang selalu dinner selama hampir sebulan di restoran yang diterangi dengan lilin dan lampu tembak? Cowok yang di restoran dengan cowok yang melompati pagar rumah tetangganya adalah orang yang sama. Alasan dia melompati pagar adalah menghindari debt collector yang dateng ke rumahnya untuk menagih utang atas penggunaan kartu kredit yang tidak pernah kunjung dibayar.

Hmm… setelah kejadian itu, apa kira-kira tuh cowok masih tetep maksain diri dinner di restoran mahal, walau gak gablek duit? Mungkin saja, selama tuh cowok masih menganggap harus terlihat beken, atau istilah populernya: “Biar Tekor Asal Kesohor”.

Bagi para cowok jomblo yang belum beruntung, bila kalian diminta memilih opsi guna mengakhiri kejombloanmu, opsi mana yang akan dipilih: 1) membangun kesan pertama yang begitu menggoda, begitu tajir, dan gemerlap, selanjutnya utaaaaang terus!!; atau, 2) membangun kesan pertama santai aja, gak tengil, rendah hati, selanjutnya gak akan ada beban buat high profil terus.

Nah, pilih mana? Sebagai orang yang mengedepankan akal sehat, tentu akan pilih yang ke-2, kan? Emang sih, keuntungannya kalau menggunakan opsi pertama, kesan pertama akan membuat orang kelepek-kelepek, tapi setelah itu muntah-muntah. Mau?

Atas Nama Solidaritas

Bro, tadi anak sono bilang kalo gue tuh cowok dekil dan jomblo abadi, ini kagak bisa dibiarin, hilang harga diri gue!”, seru seorang cowok kepada seorang temannya.

Akhirnya kedua cowok kurus tersebut yang celana jeansnya nyaris gak nyangkut dipinggul, mulai mendatangi teman-temannya yang saat itu sedang asik dengan aktifitasnya masing-masing, mulai dari yang sedang ngupil, mencetin jerawat, sampai yang lagi latihan nari untuk membentuk boy band yang diberi nama CEMAS. Setelah mendengar informasi yang disampaikan, rasa marah atas hinaan yang tadinya hanya menjadi milik dua cowok kurus, kini menjadi milik bersama. Mungkin mereka terinspirasi dengan salah satu kampanye parpol tempo dulu, “bersama kita bisa”.

Lalu, dengan semangat 45, gerombolan cowok tersebut melakukan penyerangan ke gerombolan cowok yang dianggap telah menghina sang teman. Tawuranpun tidak terhindari, dan sebagaimana tawuran bocah nanggung, gak seru, lantaran mereka gak berani beradu badan 1 lawan 1, yang ada mereka malah melakukan perusakan terhadap sarana umum, yakni, membongkar bata blok yang dijadikan trotoar buat dilemparkan ke lawannya, menghancurkan pot-pot tanaman yang terbuat dari semen, dan menjadikan serpihannya sebagai amunisi.

Tapi karena cowok-cowok yang menyerang atas nama solidaritas terdesak, mereka naik ke salah satu bis untuk melakukan pembajakan terhadap kendaraan tersebut dan memaksa sang sopir untuk ngebut seperti di film Speed yang diperankan Sandra Bullock. Tapi emang dasar cowok dekil (wah penulis turut menghina, nih), mereka tidak sadar kalau sopir busnya ternyata membelokan kendaraannya ke kantor polisi, alhasil tuh pembajak amatir yang tadinya mau melarikan diri malah ditangkap polisi.

Di kantor polisi mereka diperiksa satu persatu, ada yang membawa sodet emaknya, ada yang bawa gir motor milik abangnya yang diikatkan pada tambang, ada yang bawa penggilesan tetangganya, ada yang bawa hair dryer kakaknya, dan ada yang bawa tiker. *Tuh cowok mau tawuran apa mau rekreasi di Ragunan? Polisi dengan gagah dan penuh wibawa sudah mempersiapkan surat tilang, loh, salah, gak ada hubungannya yah.

Yup, polisi menjejerkan para cowok-cowok tersebut, dan mulai menanyainya. “Yang ini, senjata milik siapa?” Secara kompak gerombolan tersebut bilang “Milik saya!!” sambil cengar-cengir kayak kuda. Rupanya menanyai mereka secara bersama-sama tidak efektif, akhirnya polisi memutuskan untuk menanyai gerombolan tersebut dengan cara di bawa satu-persatu ke dalam ruang pemeriksaan.

Daaaannnnn, cara tersebut tokcer, tuh cowok kalo uda dipisah satu persatu nangis bombay, sambil minta ampun sama polisi, dan bilang kalau dia cuma ikut-ikutan saja. Huuh…. manaa harga dirinyaaa?? Masa habis tawuran kok nangis?? Apa kata pakde Giman, masa kalah sama ayam jagonya.

Nah, atas nama solidaritaspun harus disikapi dengan bijak, karena solidaritas yang di atas, adalah solidaritas semu, sebuah solidaritas yang destruktif, apalagi negara kita adalah negara hukum, yang segala tindakan kriminal akan mendapat ganjaran.

Aliansi Laki-laki Baru melihat solidaritas yang demikian merupakan dampak buruk dari aktualisasi maskulinitas yang salah kaprah.Karena menjadi seorang laki-laki bukan berarti menjadikan kekerasan sebagai solusi dari setiap persoalan.

About Wawan Suwandi

Kordinator Aliansi laki-laki Baru wilayah Jakarta

Check Also

Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

Diterbitkan berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.03/MEN/IV/2011 Pelecehan seksual di tempat …

3 comments

  1. artikelnya bagus, ijin copy!

  2. Artikel yg sngat baik dan mantap,,, smoga yg mmbca bsa berbagi dg tmen2 yg lainx,,,,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *