IGLOW, Generasi Muda Indonesia Yang Saling Menghormati

Jum’at 29 Januari 2016, Aliansi Laki-Laki baru (ALB) diwakili oleh Fauzan Zailani (Ojan) dan Aditya Pratama kembali berkesempatan untuk berbagi dalam kegiatan Youth Camp Indonesian Generations Leading Our World (IGLOW) yang diselenggarakan oleh United States Peace Corps bertempat di Kota Bogor, Jawa Barat.

IGLOW bertujuan membantu dan mempersiapkan generasi muda Indonesia untuk memegang peran sentral dalam pembangunan nasional; dengan mendukung pengembangan pribadi dan memaksimalkan potensi muda Indonesia, melalui pembangunan karakter dalam hal kepemimpinan, kreativitas, kerjasama tim, kepercayaan diri, komitmen terhadap keadilan sosial dan lingkungan.

Sedikit kembali ke belakang, ini bukan kali pertama ALB menjadi pengisi materi di acara yang diadakan oleh Peace Corp. Tahun 2014 adalah pertama kalinya ALB berkerja sama dengan Peace Corp dalam camp yang diadakan di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur yang bernama Indonesian Boys Respecting Others (IBRO). Tahun 2015, ALB kembali terlibat membantu kegiatan camp berikutnya dinamakan “Camp CIREMAI”. Kegiatan ini merupakan gabungan dari 2 program yaitu IGLOW dan IBRO.
P_20160129_165415
Kegiatan yang berlangsung sejak 29 hingga 31 Januari 2016 bertempat di Bumi Perkemahan Cimandalah, Bogor. Peserta IGLOW merupakan perwakilan dari 8 sekolah yaitu dari SMKN 1 Cariu, MAN Cibinong, SMAN 1 Cigudeg, MAN Cijeruk, SMAN Parung Panjang, MAN Leuwiliang, SMAN Rumpin, MAN 2 Bekasi. Masing masing sekolah mengirimkan 6 siswa dan 6 siswi Peserta dipilih dengan cara membuat essay terlebih dahulu dan dipilih oleh panitia. Total peserta yaitu 96 Siswa mengikuti kegiatan ini.

Perjalanan kami mulai dari Jakarta menuju Sentul lalu sampai ke Bumi Perkemahan Cimandalah pada pukul 15.30 WIB. Kami sengaja datang lebih awal untuk melihat pembukaan IGLOW sekaligus berkenalan dengan panitia acara ini. Sebelumnya, kami hanya berkomunikasi melalui surat elektronik dan pesan singkat.

Acara pembukaan berlangsung sangat menarik dan seru. Peserta terlihat sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Kebetulan kami mempunyai cukup waktu untuk mengamati peserta dan mendiskusikan tentang metode penyampaian materi yang tepat dan efisien untuk peserta yang terhitung banyak dengan waktu singkat. Kami juga menyempatkan berbincang dengan beberapa pendamping dari sekolah tentang isu-isu remaja. Kami pun makin bersemangat untuk memberikan materi “Peran Gender & Menghormati” yang kebetulan merupakan sesi awal dalam kegiatan ini.

Dan Pukul 19.15 WIB, sesi kami pun dimulai. Walaupun cuaca hujan deras dan juga perpindahan tempat belajar karena hal teknis, kami tetap optimis karena sebelumnya kami sudah mengobservasi peserta. Dan benar saja, peserta langsung berkumpul serta mengambil posisi duduknya dengan rapi dan teratur.
P_20160129_192310
Untuk memulai sesi, kami menanyakan tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Suasana ruangan pun seketika ramai dengan berbagai jawaban dari peseta yang kemudian coba kami rangkum dengan menuliskannya di white board. Beberapa jawaban seperti penis, kuat, dan pemimpin untuk laki-laki. Lalu, vagina, payudara, baper (bawa perasaan, red) untuk perempuan.

Kami pun mencoba untuk meminta peserta mengelompokan manakah yang bersifat biologis/alamiah dan yang dibentuk oleh sosial masyarakat. Di luar dugaan, mereka mengelompokkannya dengan tepat sehingga kami mengajak peserta untuk mendefinisikan pengertian dan perbedaan Sex (kodrati) dan Gender (sosial).

Kemudian kami mencoba kembali berdiskusi kepada peserta tentang peran berdasarkan gender yang ada di masyarakat. Untuk membantu proses, kami pun meminta dua peserta mewakili laki-laki dan perempuan untuk mengungkapkan tentang keistimewaan yang mereka miliki berdasarkan jenis kelamin.

Selanjutnya, mereka kemudian diminta untuk mengungkapkan pembatasan apa saja yang mereka hadapi sebagai laki-laki dan perempuan. Berdasarkan dari pemaparan peserta, keistimewaan laki-laki adalah menjadi pilar utama, kuat, menjadi pemimpin sementara pembatasnya yaitu tidak boleh cengeng dan mengekpresikan emosi. Sedangkan perempuan memiliki keistimewaan sebagai penyayang dan lembut namun pembatasnya yaitu sering dinomor-duakan serta dianggap terlalu emosional.

Setelah itu, kami mengajak para peserta untuk mendiskusikan apakah hal ini adil untuk masing masing pihak, misalnya menjadi pemimpin. Peserta pun terpecah menjadi dua; satu pihak menganggap bahwa adalah hakiki seorang laki-laki untuk jadi pemimpin dan perempuan sebagai pengikutnya.

Namun di sisi lain, ada pihak yang menganggap tidak adil karena sebenarnya perempuan memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin. Kami pun kembali menekankan tentang pengertian gender yang merupakan konstruksi.

Salah satu peserta kemudian menyatakan bahwa laki-laki memang sudah “ditakdirkan” untuk menjadi pemimpin, contohnya pemimpin rumah tangga. Lalu, kami mencoba menanyakan kembali ke peserta bagaimana jika dalam situasi tertentu, seperti suami yang tidak menjalankan kewajibannya?

Sejenak keadaan hening dan peserta terlihat berfikir untuk memahaminya lebih lanjut, lalu kemudian menyetujui bahwa sebenarnya perempuan bisa juga bersama-sama menjadi pemimpin rumah tangga.
P_20160129_192352
Kami mengajak para peserta untuk menganalisis lebih jauh dengan menanyakan apa artian dari takdir. Selain itu, kami coba menggali lebih dalam ini dan menanyakan apakah dalam keistimewaan dan pembatasan ini apakah pihak laki-laki lebih diuntungkan?

Untuk memudahkan peserta dalam melihat persoalan, kami mengajak mereka untuk membayangkan figur ibu atau saudara perempuan mereka dan merefleksikan apakah mereka rentan untuk menjadi korban tindakan kekerasan/perampasan hak jika mereka masih ditempelkan stigma yang cenderung negatif.

Setelah berdiskusi dan menjelaskan bagaimana konstruksi gender itu bisa mempengaruhi laki-laki dan perempuan serta nilai-nilai kesetaraan, kami pun menutup sesi ini dengan pertanyaan “manakah yang bisa menjadi pemimpin yang baik, seseorang yang dilihat dari jenis kelamin atau seseorang dengan kualitas dan kapabilitas yang dimilikinya?

Para peserta sepakat bahwa pemimpin yang baik tidak dilihat dari jenis kelamin tetapi mempunyai kualitas dan kuantitas serta menjunjung kesetaraan gender. Nampaknya, dengan waktu yang terbatas pesan yang kami ingin sampaikan telah ditangkap dengan baik oleh para peserta.

IGLOW 2016 menurut kami sangat bermanfaat untuk mempersiapkan generasi muda yang berkualitas dan saling menghargai. Kami sangat senang dapat berbagi dan saling mengenal peserta maupun panitia yang menurut kami sangat ramah dan bersahabat. Semoga di masa depan, lebih banyak anak muda dan calom pemimpin yang dapat menyebarkan nilai kesetaraan untuk menghapuskan kekerasan khususnya terhadap perempuan.

About Fauzan Zailani

Seorang karyawan swasta, relawan di Aliansi Laki-laki Baru, Fasilitator Muda Laki-laki Peduli, yang percaya bahwa kesetaraan adalah hak & kewajiban kita semua

Check Also

Webinar Konsultasi Nasional: Refleksi Pelibatan Laki-laki di Indonesia

Pengantar Upaya mencapai keadilan dan kesetaraan gender dilakukan dengan mendorong perubahan norma budaya patriarki yang …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *