PBB Menyerukan Pelibatan Laki-laki dalam MDGs

Kesetaraan gender bukan hanya menjadi perhatian bagi perempuan dan anak perempuan, sebuah panel ahli berkumpul di PBB di New York pada hari Rabu (12/3) menekankan, dan menyoroti diperlukannya untuk melibatkan laki-laki dan anak laki-laki sebagai sekutu dan agen perubahan dalam perjuangan global ini.

“Kesetaraan gender bukan hanya masalah perempuan. Ini adalah masalah bagi kita semua. Ini adalah masalah hak karena hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia,” kata Phumzile Mlambo-Ngcuka, Direktur Eksekutif Badan PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women), saat beliau membuka sebuah acara di seka-sela sidang tahunan Komisi untuk Status Perempuan.

“Bekerja dengan laki-laki dan anak laki-laki, maskulinitas dan mengubah persepsi tradisional kedewasaan harus menjadi bagian dari agenda kesetaraan gender,” beliau menambahkan.

Mlambo-Ngcuka menyoroti sebuah kampanye baru yang diluncurkan oleh UN Women pekan lalu pada peringatan Hari Perempuan Sedunia yang disebut #HeforShe, di mana laki-laki di seluruh dunia sedang didorong untuk berbicara menentang ketidakadilan yang dihadapi oleh perempuan dan anak perempuan.

Berbicara secara langsung kepada laki-laki dan anak laki-laki selama peluncurannya, beliau meminta mereka untuk mengambil sikap, untuk berbicara dan mengambil tindakan untuk saudara-saudara, ibu, anak perempuan dan mitra mereka. “Karena kebungkaman dan kelambanan dari laki-laki yang baik berkonspirasi terhadap perempuan,” ujar beliau.

Acara hari ini , yang diselenggarakan oleh Swiss dan Brasil, secara khusus difokuskan kepada laki-laki dan anak laki-laki untuk terlibat guna mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) – yang menyerukan pengurangan kemiskinan dan penyakit global lainnya hingga pada tahun 2015 – untuk perempuan dan anak perempuan. Tujuan MDG nomor 3 secara khusus ditujukan untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

“Ketidaksetaraan gender dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan yang gigih merupakan kendala utama untuk pembangunan yang berkelanjutan, termasuk pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi,” kata Benno Bättig, Sekretaris-Jenderal Departemen Luar Negeri Federal Swiss dan moderator dari diskusi.

Tujuan MDG nomor 3 memberikan isu-isu perempuan beberapa visibilitas, ungkap beliau, namun bersifat diam mengenai beberapa isu-isu gender, seperti kekerasan terhadap perempuan dan partisipasi perempuan yang tidak setara dalam pengambilan keputusan. Untuk mengatasi bukan saja gejalanya tetapi akar penyebab diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan, Swiss mendukung tujuan yang berdiri sendiri mengenai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam agenda pembangunan pasca-2015.

“Untuk mengatasi hambatan struktural terhadap kesetaraan gender sepenuhnya, peran dan hubungan gender harus diubah,” kata Bättig. “Dan transformasi ini tidak hanya menyangkut perempuan dan anak perempuan, kesetaraan gender membutuhkan keterlibatan secara aktif dari laki-laki dan anak laki-laki.”
Beliau juga menambahkan bahwa sementara keterlibatan laki-laki sebagai sekutu telah mendapatkan sedikit perhatian sejauh ini, hal ini dapat memiliki manfaat yang signifikan bagi perempuan dan anak, serta untuk laki-laki sendiri dalam memberikan kontribusi bagi pencapaian penuh dari semua tujuan MDGs.

Pemerintah Swiss mendukung sebuah proyek yang disebut “laki-laki paruh waktu / the part-time man” yang mempromosikan jam kerja yang fleksibel dan kondisi yang memungkinkan orang untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga dan memberikan perempuan lebih banyak waktu untuk karir mereka.

“Selain itu, pengalaman kami menunjukkan bahwa dalam masyarakat di mana norma-norma sosial dan kehormatan keluarga merupakan faktor yang berlaku, perubahan positif dalam status sosial perempuan hanya mungkin bila sikap pria berubah,” ujar Bättig. “Dengan demikian kita harus bekerja dengan laki-laki dan anak laki-laki sebagai sekutu yang strategis dan mitra untuk mencapai kesetaraan gender.”

Bafana Khumalo, organisasi kesetaraan gender Sonke Gender Justice yang berbasis di Afrika Selatan, menyoroti keterlibatan laki-laki dan anak laki-laki sebagai sarana yang mencoba untuk membatasi penyebaran HIV dan mempromosikan pemberdayaan perempuan.

Beliau menyoroti kampanye andalannya Sonke, yang dikenal dengan “Seorang Laki-laki Mampu / One Man Can,” yang telah terbukti menjadi cara yang efektif untuk mengubah HIV dan perilaku dan sikap dari laki-laki dan perempuan – yang berkaitan dengan gender. Kampanye ini juga memberikan kontribusi terhadap penurunan penggunaan kekerasan oleh laki-laki terhadap perempuan, mengurangi jumlah pasangan seksual, dan meningkatkan penggunaan kondom, pengujian dan pelayanan.

Kerangka kerja Sonke untuk melibatkan laki-laki dan anak laki-laki menekankan tiga perspektif utama, katanya. Kampanye akan melibatkan laki-laki dan anak laki-laki sebagai agen perubahan; melibatkan laki-laki dan anak laki-laki sebagai mitra yang sejajar, dan memperlakukan laki-laki dan anak laki-laki sebagai klien, sehingga mereka dapat mengakses dan memanfaatkan pelayanan yang berkaitan dengan hak-hak seksual dan reproduksi kesehatan mereka.

Seraya menyoroti kebutuhan untuk melihat laki-laki dan anak laki-laki sebagai agen perubahan, Oswaldo Montoya dari Nikaragua, Koordinator Global untuk MenEngage, yang juga menekankan pentingnya menawarkan laki-laki dan anak laki-laki kesempatan untuk membantu mereka “melangkah keluar dari kotak maskulinitas” serta menyediakan mereka dengan ruang yang aman untuk melakukannya.

“Saya ingin mengusulkan kepada para laki-laki dan anak laki-laki: melupakanlah maskulinitas, rangkullah rasa kemanusiaan Anda,” ujar beliau.

Montoya juga mendorong UN Women untuk menunjuk seorang pusat kontak untuk memajukan pekerjaan penting yang dilakukan dengan laki-laki dan anak laki-laki dan untuk melibatkan mereka lebih dalam dalam mengejar kesetaraan gender.

Antonio de Aguiar Patriota, Duta Besar Brasil untuk PBB, mengatakan bahwa gender harus diambil untuk merujuk pada perempuan dan anak perempuan, laki-laki dan anak laki-laki. “Ketika kita membahas gender, kita umumnya kehilangan realitas laki-laki dan anak laki-laki, potensi kontribusi mereka terhadap pemberdayaan perempuan dan anak perempuan serta spesifikasi yang berkaitan dengan gender mereka sendiri dan kerentanan.

“Sepenuhnya membahas semua dimensi ketidaksetaraan gender merupakan tugas masing-masing dan setiap orang harus secara serius menanggapinya. Kaya dan miskin, Utara dan Selatan, organisasi pemerintah dan lembaga swadaya masyaralat, pemerintah dan sektor swasta, laki-laki dan perempuan.”

Sebuah “pengingatan serius” dari situasi yang relatif tidak menguntungkan perempuan di dunia, katanya, adalah bahwa dari 193 Negara Anggota PBB , hanya 8 Negara yang memiliki perempuan yang menjabat sebagai Presiden dan 13 Negara yang memiliki perempuan yang menjabat sebagai Kepala Pemerintahan.

“Saya benar-benar yakin bahwa menyertakan laki-laki dan anak laki-laki ke dalam satu lingkungan yang sama dalam diskusi mengenai mengatasi ketidaksetaraan gender merupakan sesuatu yang revolusioner,” kata Patriota. “Saat kita mengakui bahwa arus utama dan konsep kaku maskulinitas dan feminitas memperkuat hubungan kekuasaan yang tidak setara dan vertikal antara laki-laki dan perempuan, kami juga membantu mempercepat kemajuan kesetaraan gender.”

“Ini adalah saatnya bagi laki-laki untuk bergabung dan meningkatkan peran mereka dalam membantu untuk mencapai masyarakat yang lebih egaliter. Peristiwa ini merupakan kemenangan bagi perempuan, kemenangan bagi laki-laki dan kemenangan bagi kemanusiaan kita.”

Sumber: UNIC Jakarta

About Redaksi ALB

Check Also

Mengapa Laki-laki Perlu Memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dan Apa yang Dapat dilakukan Laki-laki untuk Mencegah Kekerasan Berbasis Gender?

  Sekilas Tentang Sejarah Aktivitas 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) pertama kali digagas …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *