Tulisan Khas

Partisipasi Laki-laki di Ranah Domestik Meningkatkan Akses dan Kemitraan Gender Perempuan dalam Ekonomi

Partisipasi Laki-laki di Ranah Domestik Meningkatkan Akses dan Kemitraan Gender Perempuan   dalam Ekonomi

Oleh: Saeroni, M.H.  (Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru)

 

Pemilahan ranah publik dan domestik yang diikuti dengan pembagian peran berbasis gender antara laki-laki dan perempuan, tanpa disadari telah meminggirkan akses dan partisipasi perempuan di bidang ekonomi. Meskipun berbagai indikator pembangunan berbasis gender di Indonesia, yang diukur berdasarkan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Ketimpangan Gender (IKG) menunjukkan perbaikan secara terus menerus, namun secara konsisten juga menginformasikan hanya sedikit sekali mengurangi gap antara laki-laki dan perempuan, salah satunya di bidang ekonomi. Pada saat pandemi covid-19, persoalan ketimpangan akses eknomi perempuan ini juga dapat berdampak luas terhadap kehidupan laki-laki dan perempuan, terutama dalam ranah keluarga. Pada masa pandemi, makin banyak perempuan yang mengalami multiple burden, yang terpaksa dan dipaksa untuk terlibat dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga dan meningkatnya pekerjaan domestik karena rumah menjadi pusat aktivitas keluarga akibat kebijakan work from home dan school from home, sementara laki-laki belum tentu terlibat dalam pekerjaan domestik karena norma gender yang diyakini.

 

Data statistik gender BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa IDG Indonesia selama 10 tahun terakhir terus mengalami peningkatan dari 69,15 pada tahun 2010 menjadi 76,26 pada tahun 2021.[i] Sementara IPG Indonesia selama 10 tahun terakhir juga terus mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2010 di angka 89,42 menjadi 91,27 pada tahun 2021.[ii] Sedangkan Indeks Ketimpangan Gender Indonesia (IKG) selama 5 tahun terakhir menunjukkan adanya penurunan 0,066 point dari 0,466 pada tahun 2015 menjadi 0,400 pada tahun 2021.[iii]

 

Dalam bidang ekonomi pengeluaran perkapita perempuan pada tahun 2020 hanya 58,23 persen laki-laki, yaitu 9 juta rupiah per tahun berbanding pengeluaran per kapita laki-laki yang mencapai 15,5 juta per tahun. Rata-rata upah atau pendapatan bersih yang diterima pekerja perempuan per bulan hanya sebesar 80 persen pendapatan laki-laki.[iv] Partisipasi angkatan kerja perempuan tahun 2021 yang mencapai 53,34 persen berbanding 82,27 persen laki-laki.[v] Perempuan seringkali mendapatkan lapangan kerja yang dibayar murah atau sektor non formal yang tidak mendapatkan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan, mendapatkan upah lebih rendah dan banyak yang bekerja sebagai ibu rumah tangga yang tidak dibayar dan tidak dianggap sebagai pekerjaan, karena adanya pembakuan peran norma gender perempuan di ranah domestik.

 

Data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dalam 10 tahun terakhir menunjukkan proporsi pegawai negeri perempuan meningkat jumlahnya dibanding laki-laki, yaitu pada tahun 2012 proporsinya 52 persen laki-laki berbanding 48 persen perempuan menjadi 47 persen laki-laki dan 53 persen perempuan pada tahun 2021. Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) perempuan lebih banyak menempati pekerjaan sebagai tenaga guru (69 persen) dan tenaga kesehatan (75 persen), bidang yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan perempuan karena sesuai dengan peran gendernya dalam keluarga, yaitu merawat dan mengasuh.

 

Pada jabatan-jabatan struktural setingkat eselon III ke atas, proporsinya ASN di atas berubah, laki-laki lebih dominan menempati jabatan-jabatan struktural  hingga 76 persen berbanding dengan 24 persen perempuan.[vi] Hal serupa juga terjadi dalam sektor swasta, di mana data kesetaraan gender Sustainable Stock Exchange tahun 2021 menunjukkan bahwa dari 2.200 perusahaan yang tercatat memiliki kapitalisasi pasar tertinggi di negara anggota G20, hanya 20 persen perempuan yang berada di jajaran manajemen, 5,5 persen di jajaran direksi, dan 3,5 persen menduduki posisi CEO.[vii] Hal ini menjukkan bahwa di seluruh jenjang pengambilan keputusan, perempuan masih kurang terwakili dan belum banyak menduduki posisi-posisi strategis.

 

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh ILO (International Labor Organization), organisasi buruh internasional bertajuk “A Quantum Leap for Gender Equality: For a Better Future of Work for All”, menunjukkan bahwa selama 27 tahun terakhir kondisi perempuan jauh tertinggal dari laki-laki dalam pekerjaan. Kemungkinan perempuan mendapatkan pekerjaan 26 persen lebih kecil daripada laki-laki. Dalam posisi yang lebih tinggi di dunia kerja, secara global hanya seperempat manager atau pemimpin perusahaan yang berjenis kelamin perempuan dengan usia lebih muda dan berpendidikan lebih baik dari laki-laki. Penelitian ILO tersebut juga menunjukkan bahwa perempuan dengan anak kecil hingga usia 6 tahun memiliki peluang kerja lebih rendah. Selama 10 tahun terakhir penalti bagi ibu yang bekerja meningkat hingga angka 38 persen. Pada perempuan yang memiliki anak hanya 25 persen yang menduduki posisi manger, sementara jika perempuan tidak memiliki anak posisi managerial mereka naik hingga 31 persen.[viii] Penelitian menunjukkan bahwa faktor usia, pendidikan dan adanya anak berpengaruh pada karir perempuan. Perempuan usia muda, berpendidikan tinggi dan belum memiliki anak, lebih mungkin memiliki karir yang lebih baik.

 

Pada situasi pandemi covid-19 pekerja di sektor formal dan berpendidikan tinggi, usia muda, hidup di perkotaan berpeluang lebih tinggi menjadi pengangguran atau berhenti sementara karena pandemi.[ix] Laki-laki mengaku lebih banyak mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dibanding perempuan yaitu 3,18% berbanding 1,87% perempuan. Laki-laki juga lebih tinggi mengalami penurunan pendapatan dibanding perempuan, yaitu 44,67% laki-laki berbanding 38,55 perempuan.[x] Sementara perempuan usia muda (dibawah 25 tahun) memiliki resiko lebih rendah dibanding laki-laki. Perempuan usia muda umumnya dianggap memiliki kelebihan karena memiliki kecermatan yang tinggi, terarah, terencana, dan pandai dalam mengelola risiko, serta belum memiliki beban dalam mengurus rumah tangga dan anak, sehingga bisa lebih fokus kepada pekerjannya.[xi] Data ini menunjukkan bahwa perempuan justru memiliki keuletan untuk bertahan dalam dunia kerja dan berpenghasilan dalam masa pandemi.

 

Namun demikian, perempuan juga memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami multiple burden akibat pandemi. Satu sisi dalam situasi pandemi, perempuan merasa tertuntut/dituntut bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Pada sisi lain, norma gender tradisional masih menempatkan perempuan untuk tanggungjawab mengurus keluarga dan domestik. Dalam situasi transisional ini norma gender tradisional masih berlaku, sementara norma baru belum terbentuk secara mapan, sehingga potensi perempuan mengalami beban berlebih lebih tinggi. Pada saat yang sama penyesuaian laki-laki untuk lebih sering berada di rumah, karena selama ini lebih banyak bekerja di ruang publik dan di luar rumah, tidak selalu berjalan mulus. Banyak keluarga-keluarga yang mengalami konflik, bahkan kekerasan dan perceraian di masa pandemi, mengindikasikan bahwa proses transisi peran dan norma gender dalam rumah tidak berjalan dengan baik.

 

Berbagai data di atas menunjukkan bahwa peningkatan akses dan partisipasi ekonomi perempuan seringkali terhambat karena masih kuatnya norma gender tradisional yang menempatkan perempuan pada ranah dan tugas domestik. Ada banyak kasus di mana perempuan sebenarnya memiliki kompetensi dan mampu berkompetisi tidak saja di ekonomi, tapi juga di bidang-bidang yang umumnya didominasi laki-laki namun kurang dihargai. Dalam bidang politik misalnya, ada Ibu Khofifah Indar Parawansa yang pernah memimpin organisasi perempuan terbesar di Indonesia, yaitu Muslimat NU, kemudian menjadi Menteri pada Era Presiden Abdurrahman Wahid (1999 – 2001) dan Presiden Joko Widodo para periode pertama (2014-2018), dan menjadi Gubernur Jawa Timur pada tahun 2019. Kemudian ada juga Ibu Tri Rismaharini yang pernah menjadi Kepala Dinas di Kota Surabaya, kemudian menjadi Wali Kota Surabaya selama dua periode (2010 – 2020) dan kemudian menjadi Menteri Sosial di era Presiden Joko Widodo pada tahun 2020. Pada bidang science terdapat banyak perempuan yang menjadi ahli dan jadi professor di bidangnya, sebut saja diantaranya Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc. Ph.D yang ahli di bidang geologi pernah menjabat sebagai rector Universitas Gajah Mada (2014 – 2017) dan menjabat sebagai Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (2017 – saat ini).

 

Pada bidang kewirausahaan terdapat Ibu Martha Tilaar dan Nurhayati Subakat yang menjadi pengusaha sukses di bidang kosmetik, Sari Ayu dan Wardah. Ada pula Ibu Susi Pujiastuti sebelum dikenal sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pada tahun 2014-2019 beliau adalah seorang pengusaha bidang perikanan dan bahkan penerbangan.Pada masa pandemi bahkan ada banyak contoh di sekitar kita dimana perempuan-perempuan juga mampu mengambil peluang untuk menjadi lebih sukses di bidang ekonomi. Bisnis kesehatan, makanan, fasion, kosmetik memberikan banyak peluang bagi perempuan untuk berpartisipasi secara ekonomi. Sebut saja Stephanie Cecillia, Ghina Ghalia Quddus, Ledyan, Haifa Inayah, Inez Kristanti, Dea Salsabila Amira, Hanum Mega, dan Temilla Dwenty adalah beberapa contoh perempuan mampu memanfaatkan peluang untuk lebih sukses di masa pandemi.[xii] Tentunya masih banyak lagi perempuan-perempuan yang memiliki peran di bidang ekonomi manakala memiliki akses dan kesempatan.

 

Kasus-kasus di atas menunjukkan, jika perempuan diberi akses dan kesempatan ia dapat berkembang dan berpartisipasi secara ekonomi. Salah satu akses dan kesempatan yang dapat diberikan diantaranya adalah dengan menyelesaikan masalah-masalah domestik yang selama ini hanya dilekatkan sebagai tanggung jawab perempuan semata. Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, seperti mengurus dan membersihkan rumah, mencuci, memasak dan mengasuh anak selama ini hanya dianggap sebagai pekerjaan perempuan yang kurang dihargai dan tidak menghasilkan uang sekalipun menguras tenaga, waktu dan membutuhkan ketrampilan. Partisipasi laki-laki dan kesetaraan gender dalam ranah domestik selama ini tidak dijadikan sebagai indikator pembangunan gender. Padahal keterlibatan laki-laki dan perempuan yang seimbang di dalam rumah, akan berkontribusi besar terhadap meningkatnya partisipasi perempuan di ranah publik. Sebaliknya tidak adanya partisipasi laki-laki dalam ranah domestik justru akan menghambat pencapaian kesetaraan gender dan menimbulkan multiple burden (beban berlebih) bagi perempuan. 

 

Hambatan partisipasi laki-laki dalam ranah domestik serikali justru berasal dari norma-norma tradisional yang berkembang di masyarakat mengenai citra diri laki-laki, peran dan relasi laki-laki dengan perempuan. Laki-laki dianggap semakin laki-laki jika ia memiliki sumberdaya uang, status dan kekuasaan. Laki-laki dicitrakan memiliki peran di ranah publik, menjadi pemimpin (termasuk dalam keluarga) dan pencari nafkah, karena itu dibebaskan dan ditabukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik. Hubungan laki-laki dan perempuan dimaknai secara subordinative, laki-laki lebih diutamakan, dimuliakan, dipatuhi dan dilayani, sementara perempuan sebaliknya. Secara eknomi peran perempuan hanya dianggap membantu memenuhi kebutuhan eknomi, sekalipun bisa berpenghasilan lebih tinggi dibanding laki-laki. Perempuan akan lebih dihargai jika ia mau dan mampu menjalankan peran-peran domestiknya, sembari diharapkan dapat membantu laki-laki memenuhi kebutuhan ekonomi, manakala laki-laki mengalami kesulitan. Konsep dan norma gender inilah yang harus ditransformasikan agar lebih cair, lebih fleksibel dan tidak bersifat statis, tapi dinamis.

 

Laki-laki dapat berperan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah, seperti memasak, mencuci dan membersihkan rumah, karena ini merupakan ketrampilan dasar untuk hidup dan kebutuhan hidup yang musti dimiliki dan dipenuhi bagi setiap orang. Ada banyak laki-laki yang sebenarnya mampu dan memiliki ketrampilan melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik, namun menjadi tidak bisa melakukannya setelah menikah. Demikian pula dalam tugas pengasuhan dan perawatan. Setiap laki-laki pasti pernah merasakan kebutuhan kehadiran ayahnya dalam masa tumbuh kembang dirinya. Demikian pula dalam peran-peran perawatan, setiap orang memiliki potensi untuk sakit hingga membutuhkan perawatan, sehingga ketrampilan merawat ini menjadi kebutuhan setiap orang, karena ia tidak mungkin hidup sendiri.

 

Dalam banyak penelitian keterlibatan laki-laki dalam pengasuhan anak, dapat bermanfaat bagi tumbuh kembang anak secara kofnitif, emosi dan sosial. Bahkan dapat mencegah anak baik laki-laki maupun perempuan untuk terlibat perilaku-perilaku beresiko.[xiii] Laki-laki yang terlibat peran pengasuhan juga akan mengalami peningkatan makna hidup dan kebahagiaan, meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan hidup perempuan. Perempuan akan lebih mencintai pasangannya yang memiliki sikap respect dan memiliki kelekatan hubungan dengan anak karena peran pengasuhan yang mereka jalankan.

 


 

[i]  BPS (2021): Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) 2010-2021, sebagaimana diakses tanggal 14 April 2022 pada https://www.bps.go.id/indicator/40/468/1/indeks-pemberdayaan-gender-idg-.html

[ii]  BPS (2021): Indeks Pembangunan Gender (IPG) 2010-2021, sebagaimana diakses tanggal 14 April 2022 pada https://www.bps.go.id/indicator/40/463/1/indeks-pembangunan-gender-ipg-.html

[iii]  Direkorat Analisis dan Pengembangan Statistik BPS (2021): Kajian Penghitungan Indeks Ketimpangan Gender 2021, BPS, Jakarta.

[iv]  Ikeu Tanziha dkk. (2021): Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2021, BPS, Jakarta.

[v]  Prisca Triferna Violleta (2019); Menaker: Partisipasi angkatan kerja perempuan masih di bawah laki-laki, Antaranews.com, sebagaimana diakses tanggal 14 April 2022 pada https://www.antaranews.com/berita/2652805/menaker-partisipasi-angkatan-kerja-perempuan-masih-di-bawah-laki-laki#:~:text=Menurut%20data%20per%20Agustus%202021,2019%20sebesar%2051%2C81%20persen.

[vi]  Deputi Bidang Sistem Indormasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara (2021): Statistik ASN Desember 2021, BKN, Jakarta.

[vii]  Kominfo.go.id (tt): Pemerintah Ajak Sektor Swasta Dukung Kesetaraan Gender di Indonesia, sebagaimana diakses tanggal 14 April 2022 pada https://www.kominfo.go.id/content/detail/40459/pemerintah-ajak-sektor-swasta-dukung-kesetaraan-gender-di-indonesia/0/berita

[viii]  ILO (2019): “A quantum leap for gender equality : for a better future of work for all”,  International Labour Office – ILO, Geneva.

[ix]  Direkorat Analisis dan Pengembangan Statistik BPS (2021): Analisis Isu Terkini 2021, BPS, Jakarta.

[x]  Subdirektorat Indikator Statistik Badan Pusat Statistik (2020): Hasil Survei Demografi Dampak Covid-19, BPS, Jakarta.

[xi]  Direkorat Analisis dan Pengembangan Statistik BPS (2021): Analisis Isu Terkini 2021, BPS, Jakarta.

[xii]  Dewi Andriani (2020): 10 Perempuan Muda Menginspirasi di Masa Pandemi, sebagaimana diakses tanggal 20 April 2022 pada https://lifestyle.bisnis.com/read/20201222/219/1334421/10-perempuan-muda-menginspirasi-di-masa-pandemi

[xiii]  Allen, S., & Daly, K. (2007). The Effects of Father Involvement: An Updated Research Summary of the Evidence. Guelph: Centre for Families, Work & Well-Being, University of Guelph.

Fauzan Zailani

Seorang karyawan swasta, relawan di Aliansi Laki-laki Baru, Fasilitator Muda Laki-laki Peduli, yang percaya bahwa kesetaraan adalah hak & kewajiban kita semua

Recent Posts

Mengapa Laki-laki Perlu Memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dan Apa yang Dapat dilakukan Laki-laki untuk Mencegah Kekerasan Berbasis Gender?

  Sekilas Tentang Sejarah Aktivitas 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) pertama kali digagas…

5 bulan ago

Kegentingan Perkawinan Anak

Masalah tingginya angka perkawinan usia anak di Indonesia kembali mencuat. Hal ini dipicu data Pengadilan…

1 tahun ago

Menjadi Suami dan Ayah Seutuhnya

MENJADI SUAMI DAN AYAH SEUTUHNYA Oleh : Nur Hasyim Secara sosial laki-laki yang sudah menikah…

2 tahun ago

Reproduksi Perempuan Bukan Bentuk Kelemahan

Reproduksi Perempuan Bukan Bentuk Kelemahan  Penulis: Ahmad Syahroni Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru   Seiring…

2 tahun ago

Menjadi Keluarga Adaptif Di Saat Pandemi

Oleh : Nur Hasyim Co-Founder Aliansi Laki-laki Baru Pandemi telah mendorong terjadinya perubahan mendasar dalam…

2 tahun ago

Sekali Lagi, Mengapa Laki-laki Harus Mendukung RUU TPKS

Mengapa laki-laki harus mendukung RUU TPKS Oleh Saeroni, M.H. Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru  …

2 tahun ago