Baru-baru ini, 16 orang dari Arso Kota mengikuti Training Of Fasilitator (TOF) Laki-laki Baru, yang semuanya orang muda dan dominan laki-laki. Mereka diberi pemahaman tentang konsep gender, bentuk-bentuk ketidakadilan gender, hingga konsep-konsep baru menjadi laki-laki . Mereka juga dilatih menjadi fasilitator dan menyusun modul sederhana sebagai panduan untuk mereka sendiri ketika akan melakukan kegiatan di kampung.
Hadir sebagai fasilitator dalam kegiatan ini adalah Nurhasyim dari Rifka Annisa Jogjakarta yang sebelumnya sudah memiliki pengalaman memfasilitasi gerakan Laki-laki Baru di beberara tempat seperti NTT, NTB, dan Aceh. Kegiatan ini sendiri merupakan bagian kerjasama antara Yayasan Teratai Hati Papua (YTHP) dan UNWomen untuk program kampung bebas kekerasan.
Kini keenambelas pemuda itu sepakat membuat gerakan kecil secara bersama-sama untuk mulai menularkan nilai-nilai yang mereka dapat dari pelatihan itu ke kampung lewat diskusi-diskusi, kegiatan doa, maupun saat ada kerja bakti di kampung . Konsep gender yang membedakan peran, sifat dan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari, kekerasan baik fisik, psikis, seksual, maupun ekonomi, membangun keluarga harmonis. Termasuk menggali nilai-nilai baru menjadi laki-laki seperti sabar, bertanggung jawab, bekerjasama dengan istri atau saudari perempuan, dan tidak melakukan kekerasan.
“Dalam kampung kita ini, masih banyak perempuan yang hidup macam pembantu. Kerja mulai mencuci, masak, urus anak, bahkan cari makan juga perempuan. Sedangkan kaum laki-laki hanya jalan ke sana ke sini, uang pake untuk minum mabuk tidak ingat istri anak” ungkap Martha Borotian, salah satu warga kampung yang turut hadir dalam salahsatu diskusi (16/04/2012) di Kampung Arso kota. Dia pun mengharapkan agar para pemuda jangan pernah berhenti untuk menyebarkan informasi-informasi seperti ini karena sangat bagus untuk perkembangan kampung ke depan.
“Yang tidak baik dari kita punya orang-orang tua dulu buang. Yang bagus-bagus kamu buat sudah” ungkapnya lagi. Sementara itu Franky Borotian mengingatkan teman-temannya dalam kelompok gerakan ini untuk menunjukkan nilai-nilai itu dalam perilaku hidup pribadi. Menurutya orang baru akan percaya ketika melihat bahwa memang ada perubahan perilaku dari orang-orang yang ada dalam gerakan ini.
Di Keerom sendiri, masih kuat nilai-nilai yang memposisikan perempuan jauh di bawah laki-laki, sehingga masih banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan terlebih kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Katanya,”gerakan-gerakan yang melibatkan kelompok laki-laki seperti ini perlu dikembangkan lagi di banyak kampung, karena ketika laki-laki yang berbicara tentang persoalan ketidakadilan gender, laki-laki yang lain lebih mudah mendengar dan menerimanya”. (01/AlDP)