Forum Belajar: Psikologi Laki-laki dan Kekerasan

Latar Belakang

Semenjak lahir, laki-laki dan perempuan sudah mulai dibedakan oleh masyarakat kita di seluruh dunia. Contoh sederhana adalah ketika lahir anak laki-laki maka ia langsung dikenakan pakaian atau selimut berwarna biru. Sementara anak perempuan diberikan warna merah muda.

Seiring tumbuhnya anak laki-laki tersebut ia diajarkan untuk tidak menangis, tidak bermain boneka, berani, dan harus menjadi sosok yang “kuat/macho”. Laki-laki didaulat dengan sosok maskulin sejak ia kecil, di mana ekspresi dan tindak tanduknya harus mencerminkan sikap yang tegas, keras, dan berwibawa untuk menunjukan karakter yang kuat dari seorang lelaki sejati.

Maka dari itu, agar bisa mencapai sosok lelaki sejati yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, sedari kecil laki-laki telah dibentuk sebagaimana gambaran di atas.

Menurut analisa Michael Kaufman, laki-laki diwarisi 7P oleh masyarakat, yaitu Power (Kekuasaan), Privilege (Hak Istimewa), Permission/Permissive (Pemakluman), Paradox of Men’s Power (Paradoks kekuasaan laki-laki), Psychic Armor of Manhood (Baju Zirah Kelaki-lakian), Psychic Pressure Cooker (Bersifat menekan emosi), dan Past Experiences (Pengalaman masa lalu).

Laki-laki dididik untuk berkuasa terhadap laki-laki lain yang dianggap lebih lemah, perempuan dan anak. Laki-laki diberikan hak istimewa dalam segala hal bahkan diberikan hak atas tubuh perempuan dan anak. Laki-laki mendapatkan pemakluman dari masyarakat jika ia menggunakan atau terlibat dalam aksi kekerasan.

Paradoks kekuasaan laki-laki, bahwa laki-laki dibenarkan untuk melakukan kekerasan, mendominasi dan kuasa untuk mengontrol. Sehingga tidak heran bahwa mayoritas pelaku kekerasan adalah laki-laki. Seumur hidupnya laki-laki harus mengenakan jubah kelaki-lakian agar dapat disebut sebagai laki-laki sejati, mulai dari penampilan yang maskulin dan perilaku yang superior.

Lalu, laki-laki juga diajarkan untuk tidak mengekspresikan emosinya dengan ekspresi feminin. Mayoritas laki-laki tumbuh dan dibesarkan dengan melihat berbagai bentuk kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki lain (ayah, paman, kakek, teman) terhadap perempuan atau kelompok yang dianggap inferior.

Gambaran di atas adalah tentang laki-laki yang dikonstruksi dengan budaya patriarki, sebuah budaya yang menjadikan pandangan laki-laki sebagai barometernya. Adapun maskulinitas atau femininitas sesungguhnya merupakan ekspresi dan sifat yang dimiliki oleh setiap manusia, baik ia laki-laki ataupun perempuan.

Namun, pandangan patriarkilah yang kemudian mendikotomi, di mana laki-laki hanya boleh berekspresi maskulin dan perempuan berekspresi feminin.

Lalu bila ada laki-laki yang berekspresi feminin, maka masyarakat yang mengadopsi nilai patriarki sedari kecil akan menganggap laki-laki yang demikian bukanlah laki-laki sejati atau menyebutnya dengan sebutan ‘banci’ atau laki-laki yang keperempuan-perempuanan.

Benarkah nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat tersebut mempengaruhi perkembangan kejiwaan dari seorang atau banyak laki-laki sehingga cenderung melakukan kekerasan terhadap pihak lain? Mengapa mayoritas pelaku kekerasan adalah laki-laki dan apa kaitannya dengan psikologi laki-laki? Apa yang dimaksud dengan psikologi laki-laki dan psikologi perempuan? Dan masih banyak lagi pertanyaan terkait dengan psikologi laki-laki.

Untuk menjawab berbagai pertanyaan di atas, Aliansi Laki-laki Baru  dan Yayasan Pulih bekerjasama dengan Laki-laki Peduli, berinisiatif untuk membuat kegiatan Forum Belajar dengan tema “Psikologi Laki-laki dan Kekerasan”.

Pada pelaksanaannya akan melakukan diskusi mendalam dalam forum tersebut untuk mengupas tentang konstruksi sosial dan budaya yang dilekatkan pada ekspresi dan sifat laki-laki.

Tujuan

  • Memahami perkembangan kejiwaan laki-laki terkait dengan nilai-nilai maskulin
  • Mengupas konstruksi sosial dan budaya yang dilekatkan pada laki-laki sejak lahir
  • Mendekonstruksi nilai-nilai maskulin
  • Mengajak laki-laki untuk terlibat dalam kerja-kerja penghapusan kekerasan terhadap perempuan, anak, dan kelompok minoritas
  • Melibatkan laki-laki untuk mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan, anak, dan kelompok minoritas

Pelaksanaan Kegiatan

Forum Belajar dengan topik “Psikologi Laki-laki dan Kekerasan” akan dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal    : Sabtu, 16 Agustus 2014
Waktu        : Pukul 16.00 – 18.00 WIB
Tempat    : Coffee War, Jalan Kemang Timur Nomor 15A, Jakarta Selatan.
Narasumber    : Noor Cahyo – Yayasan Pulih
Moderator    : Noor Cahyo – Aliansi Laki-laki Baru

Peserta

  • Masyarakat umum (laki-laki & perempuan), diutamakan laki-laki.
  • Jumlah peserta dibatasi hanya 15 orang.

Informasi dan konfirmasi kehadiran silahkan mengisi form pendaftaran ini –

About Redaksi ALB

Check Also

Webinar Konsultasi Nasional: Refleksi Pelibatan Laki-laki di Indonesia

Pengantar Upaya mencapai keadilan dan kesetaraan gender dilakukan dengan mendorong perubahan norma budaya patriarki yang …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *