Menjadi Laki-laki Pelopor

Hasil UN Multi-Country Study on Men and Violence in Asia and Pacific, menyebutkan bahwa prevalensi kekerasan di wilayah Papua, baik fisik maupun seksual yang dilakukan oleh laki-laki cukup mengejutkan.

Sekitar 60% laki-laki mengakui pernah melakukan kekerasan fisik dan seksual kepada pasangan intimnya atau bukan. Selain itu, jumlah kasus HIV dan AIDS di Papua yang didata oleh Pemetaan Respon Dinas Kesehatan Provinsi Papua pada tahun 2009 mencapai 24.345 kasus, dan mayoritas disebabkan oleh hubungan seks yang beresiko.

Untuk meminimalkan angka kekerasan terhadap perempuan, termasuk penyebaran HIV maka diperlukan kerja sama antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan pemikiran ini, Humi Inane, organisasi di Wamena mencoba inisiatif pelibatan laki-laki dengan nama “Laki-laki Pelopor”. Program ini melibatkan para laki-laki dari dua distrik; Krulu dan Sogokmo di pengunungan Jayawijaya

Sebagai langkah awal, pada tanggal 28 – 30 Oktober 2013 dilaksanakan “Pelatihan Dasar Laki-laki Pelopor” untuk para laki-laki  dua distrik tersebut. Tujuan dari kegiatan ini adalah mensosialisasikan ide tentang pelibatan laki-laki dalam upaya menekan kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, para peserta diberikan kemampuan dasar untuk menjadi fasilitator komunitas di wilayah mereka masing-masing.

Laki-laki dan Kekerasan

Membongkar tentang paradigma kekerasan terhadap perempuan dari perspektif gender merupakan salah satu metode yang efektif untuk mengajak para laki-laki melihat bagaimana ketidaksetaraan dalam tatanan kehidupan masyarakat berjalan. Dari titik ini, para peserta menyadari bahwa selama ini apa yang mereka yakini bahwa laki-laki bukanlah sesuatu yang terberi namun merupakan konstruksi yang dibangun cukup lama.

Keistimewaan yang selama ini laki-laki di wilayah tersebut nikmati bukan hanya merugikan bagi kaum perempuan akan tetapi juga laki-laki. Saat mereka tidak dapat memenuhi syarat-syarat “menjadi laki-laki” yang telah ditentukan oleh masyarakat, maka tekanan pun bermunculan.

Akibatnya, mereka harus berupaya memenuhi syarat-syarat tersebut dengan apapun caranya, salah satunya adalah menggunakan kekerasan, baik kepada perempuan maupun laki-laki lainnya.

Hingga saat ini, kekerasan serta penggunaan relasi kuasa menjadi satu-satunya cara yang diketahui untuk menjadi laki-laki dalam pola relasi, baik dengan pasangan maupun dengan laki-laki lainnya. Cara pikir ini (biasa disebut sistem patriarki) menjadi langgeng karena diadaptasi oleh adat tradisi serta tafsir agama yang bias.

Hari Esok Lebih Baik dari Hari ini

Hal yang menarik dalam kegiatan ini munculnya sebuah pepatah lokal dalam bahasa Wamena “Yogotak Hubuluk Motok Honorogo“, yang berarti hari esok lebih baik dari hari ini.

Pepatah ini menjadi kunci bagi para laki-laki untuk melakukan perubahan, baik secara individu maupun dalam masyarakat untuk tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan demi kebaikan bersama.

Para peserta kemudian sepakat bahwa ada cara lain untuk membangun relasi yang lebih harmonis dengan pasangan, yaitu dengan membangun relasi yang setara.

Jika ada cara yang lebih baik dalam membangun relasi, maka kenapa harus menggunakan cara lama yang telah membuat laki-laki dan perempuan menjadi korban?

Tentu saja, proses perubahan bukanlah semudah membalik telapak tangan. Hal ini juga disadari oleh para peserta bahkan beberapa diantaranya kemudian meragukan apakah mereka mampu untuk melakukan perubahan?

Tidak ada jawaban yang mudah namun jika kita meyakini sebuah perubahan dan terus bekerja, cepat atau lambat itu akan terjadi.

Hal yang unik lainnya juga muncul saat para peserta mencoba mencari strategi apa yang efektif digunakan untuk mengajak para laki-laki untuk melakukan perubahan.

Jika selama ini adat, tradisi dan tafsir agama dianggap sebagai tantangan, maka para peserta justru melihat bahwa hal tersebut bisa menjadi peluang untuk menyebarkan ide tentang kesetaraan. Hal ini mungkin dilakukan karena beberapa peserta merupakan tokoh adat di wilayahnya masing-masing.

Laki-laki Pelopor di Wamena merupakan benih-benih perubahan yang harus dijaga dan dikawal bersama oleh semua pihak. Ide perubahan dalam diri para laki-laki agen perubahan harus tetap dipupuk sehingga bisa berkembang menjadi tunas-tunas baru untuk menggerakkan perubahan menuju keadilan gender.

Sumber: http://syaldi.web.id/2013/12/yogotak-hubuluk-motok-honorogo/

About syaldi

Pekerja data dan informasi, Relawan ALB

Check Also

Webinar Konsultasi Nasional: Refleksi Pelibatan Laki-laki di Indonesia

Pengantar Upaya mencapai keadilan dan kesetaraan gender dilakukan dengan mendorong perubahan norma budaya patriarki yang …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *