Wacana gender selama ini didominasi gugatan terhadap teguhnya inferioritas perempuan dibandingkan laki-laki. Konstruksi inferioritas perempuan ini dianggap iuga mencerrninkan realitas sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, dan pemaknaan seperti ini sudah mapam dalam budaya patriarki. Dalam budaya patriarkis ini, perempuan dianggap sebagai makluk pasif dan sub-ordinat laki-laki, dan media massa memiliki sumbangan besar dalam pengukuhan stereotype ini.
Piliang (dalam Ibrahim dan Suranto, 1998:xvi) melihat media massa sebagai arena’perjuangan tanda’. Media adalah arena perebutan posisi, tepatnya antara posisi ‘memandang’ (aktif) dan posisi ‘yang dipandang’ (pasif). Yang diperebutkan adalah ‘tanda’ yang mencerminkan citra tertenfu. Dalam pencitraan ini nilai maskulin berada dalam posisi dominan, dan nilai feminin berada dalam posisi marjinal. Artinya, dalam media massa berlangsung perjuangan memperebutkan ‘hegemoni tanda’, khususnya ‘hegemoni gender’.
Sejalan dengan adanya stereotype sosok perempuan tersebut diatas, menarik dipertanyakan apakah di media massa berlangsung juga peneguhan stereotype lakiJaki. Tulisan ini mengungkap hal itu. Secara lebih khusus tulisan ini berusaha ‘menelanjangi’ laki laki di dalam iklan.
Pertanyaannya, apakah iklan di media massa membeberkan maskulinitas. Pembahasan dimulai dari pemahaman mengenai konsep gender, yang pada gilirannya mengantar pada adanya perbedaan antara maskulinitas dan feminitas. Setelah itu disajikan perkembangan wacana maskulinitas di media dan dalam bahasan ini akan dikaji maskulinitas lakilaki dalam iklan.
Persilangan antara maskulinitas dan feminitas ini pada gilirannya melahirkan konsep maskulinitas baru, yakni konsep metroseksual.
Makalah ini ditulis oleh Novi Kurnia, mahasiswa Pasca sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia, Jakarta.
http://lakilakibaru.or.id/wp-content/uploads/2015/03/Representasi-Maskulinitas-dalam-Iklan.pdf