Mari kita lihat dua contoh kasus di bawah ini:
Ami dan Ben ((nama disamarkan)):
Ami dan Ben berteman dekat cukup lama. Ami seorang perempuan muda yang tak hanya cantik, cerdas, namun baik hati. Sebenarnya nggak masalah bila Ami masih lajang meski sudah berusia 30. ‘Kan jodoh di tangan Tuhan!
Singkat cerita, lama-lama Ami jatuh cinta dengan B. Yang jadi hambatan? Rasa takut Ami akan ditolak Ben. Apalagi, masih banyak yang beranggapan bahwa tabu bagi seorang perempuan untuk menyatakan cinta duluan.
Jangankan itu, ketahuan punya rasa suka meski nggak bilang-bilang aja rasanya memalukan sekali! Tahu sendiri kan, masih banyak lelaki yang bakalan ilfil. Salah-salah dianggap agresif, putus-asa (desperate), hingga…gampangan atau ‘banting harga banget’. (Sebentar, memangnya perempuan barang dagangan?)
Sementara itu, lelaki itu harusnya mulai duluan. ‘Kan sesuai peran tradisional, dimana lelaki harus selalu jadi yang terdepan, paling dominan, hingga pengambil segala keputusan. Kalo enggak – baik enggak bisa atau memang enggak mau? Alamat habis dikatain cemen, pengecut, hingga dianggap kehilangan harga diri.
Chita dan Danez ((nama disamarkan)):
Chita dan Danez bekerja di tempat yang sama dan sudah berteman cukup lama. Seperti Ami, Chita juga perempuan muda yang cerdas berusia 30-an. Sama seperti Ami pada Ben, Chita juga jatuh cinta dengan Danez.
Hambatannya juga sama. Meski tampak selalu ramah dan bersahabat, Danez tetap saja lelaki. Siapa yang tahu isi hatinya?
Apa yang terjadi pada Ami dan Chita kemudian, saat lelaki idaman mereka masing-masing akhirnya tahu perasaan mereka?
Saat Ben tahu dari teman Ami, lelaki itu langsung ilfil bukan kepalang. Tak hanya memaki-maki dengan kata-kata nyelekit, seperti: “Tahu diri dong, kalo jadi perempuan!” sama “Jangan GR, saya deket sama kamu juga bukan karena suka!”, namun Ben juga akhirnya menjauhi Ami. Ami sakit hati? Pasti. Lalu bagaimana dengan Chita?
Atas dukungan beberapa sahabat terdekatnya, Chita akhirnya memberanikan diri membuka hatinya pada Danez. Beruntunglah Chita, reaksi Danez tidak seekstrim dan sekejam Ben pada Ami. Meski cinta Chita ditolak, namun Chita dan Danez masih bisa berteman baik.
Bagaimana bisa? Danez hanya mengucapkan terima kasih, lalu pelan-pelan memberitahu Chita bahwa perasaannya tidak sama.
Apa yang dapat kita sama-sama pelajari dari dua contoh kasus di atas?
- Ami dan Chita sama-sama perempuan jujur dan berani, yang seharusnya dihargai. Untuk apa menyembunyikan perasaan (apalagi terlalu lama), bila memang benar dan tulus adanya? ‘Kan sakit jadinya!
Terlepas dari anggapan tabu masyarakat bahwa perempuan tidak seharusnya menyatakan cinta duluan, apa pun alasannya. Lagipula, menurut pengakuan beberapa rekan lelaki yang pemalu, mereka nggak keberatan kok, bila perempuan yang menyatakan cinta duluan.
Mereka merasa cukup ‘tertolong’ malah, karena nggak harus lagi deg-degan menebak-nebak perasaan perempuan itu. Apalagi bila perempuan itu diam-diam juga mereka sukai.
- Memang, perasaan nggak bisa dipaksa. Dalam hal ini, nggak hanya lelaki yang bisa memilih. Menolak pun boleh, apa pun gender Anda dan selama alasannya masuk akal. (Misalnya: selain perasaan Anda nggak sama, Anda – atau dia, atau kalian berdua – juga kebetulan sudah punya pasangan.)
Yang jadi masalah: apa iya, harus selalu sekasar itu? Apa iya harus sampai bikin orang merasa sakit hati? Coba bayangkan. Sebagai lelaki, Anda pasti juga sakit hati bila perempuan yang Anda cintai menampik Anda mentah-mentah dan kasar – di depan umum pula! Nggak mau kan, sampai kejadian?
- Tegaskan bahwa ‘NGGAK’ artinya ‘NGGAK’. Bukan perkara sok jual mahal, karena nggak ada gunanya mempermainkan perasaan orang dengan cara itu. Khawatir si perempuan tidak paham juga dan memaksa?
Tegaskan dari awal bahwa Anda sama sekali tidak tertarik dan HANYA INGIN BERTEMAN. Hindari kontak fisik berlebihan, seperti terlalu sering menggandeng, memeluk, dan sebagainya. (Bahkan kalo perempuan itu masih coba-coba, Anda cukup menjauh saja.)
Jangan lantas aji mumpung dengan memanggil mereka ‘sayang’ – terutama bila sebenarnya Anda sudah punya pasangan! Tolong, hargai pasangan Anda dan jangan sampai terjadi salah-paham yang berbuntut runyam.
Pernah dijauhi teman perempuan yang ketakutan, gara-gara Anda tidak terima penolakan mereka (meski secara baik-baik) dan menganggap mereka hanya sok jual mahal? Anda cukup menjaga jarak dan tetap bersikap sopan namun tegas bila keadaan berbalik pada Anda.
Sekali lagi, nggak perlu kasar – apalagi sampai mempermalukan perempuan itu di depan umum. Bayangkan dia kakak atau adik perempuan Anda. Rela nggak, Anda melihat mereka dikasari lelaki yang menolak cinta mereka?
- Pada sadar nggak, kalo dalam hal ini – lagi-lagi terdapat ketimpangan/ketidakadilan gender? Di satu sisi, perempuan masih dianggap tabu untuk mendekati lelaki duluan.
Perempuan diharapkan untuk sabar menunggu. Namun, apa yang terjadi bila si perempuan sudah berusia di atas 30? Dialah yang paling diburu-buru untuk urusan menikah, dengan alasan jam biologis yang takkan bertahan lama.
Nggak hanya kerap dikatain ‘perawan tua’ (seakan-akan mereka begitu buruk dan hina), mereka juga dituduh ‘kurang berusaha’ dalam hal mencari jodoh. (Sekali lagi, pada suka lupa ya, kalo jodoh itu di tangan Tuhan?)
Akibatnya? Bagi yang kurang teguh berpendirian, mungkin lantas akan merasa minder, lalu mulai mati-matian mencari kekasih potensial di luar sana – bahkan sampai rela jadian sama siapa saja yang pertama kali mendekati mereka, demi memenuhi tuntutan masyarakat.
Ada yang sampai rela jadi istri kesekian, asal terlepas dari stigma sosial bernama ‘perawan tua’. Padahal, mereka melakukannya karena putus-asa, hingga pada akhirnya nggak pernah benar-benar bahagia.
Bahkan satu keputusan yang dibuat terburu-buru pun dapat mempengaruhi Anda seumur hidup!
Oke, mungkin Anda akan melempar argumen andalan: “Nggak semua lelaki sekasar itu, kok!” atau “Ya, salah perempuannya sendiri, mudah dipengaruhi.”
Saya tidak sedang menuduh kaum lelaki atau merendahkan peremuan yang terlanjur salah jalan karena ‘terluka dan dilukai stigma sosial’, melainkan mengajak masyarakat (ya, yang isinya lelaki maupun perempuan) agar berhenti menekan perempuan sedemikian rupa atas perasaan, pemikiran, dan keputusan hidup mereka (seperti perkara cinta hingga mau menikah umur berapa dan dengan siapa.)
Mungkin bagi Anda – terutama para lelaki – ini hanya perkara remeh yang nggak perlu dibesar-besarkan atau dibikin lebay. Mungkin Anda nggak pernah tahu rasanya dan hanya berpendapat demikian.
Mungkin bagi Anda, perempuan selalu terlalu cengeng dan sensi, tapi kata siapa perempuan selalu hanya pakai perasaan dan miskin logika? Mereka pasti sudah berpikir panjang dong, sebelum akhirnya memilih memberitahu Anda mengenai perasaan Anda pada mereka. (Ya, seperti Anda yang kadang butuh waktu lama untuk menyatakan cinta pada perempuan yang Anda cintai.)
Pasti ada yang membuat Anda begitu istimewa di mata mereka. Meski tidak sehati dengan mereka, harusnya Anda merasa tersanjung. Anda masih bisa kok, menolak mereka baik-baik – alias nggak perlu lebay a la pemain sinetron.
Bahkan kalo Anda memang menganggap perempuan itu benar-benar teman Anda, Anda bisa berperan sebagai mak comblang – dengan mengenalkannya pada teman lelaki lain yang mungkin tertarik dengan teman perempuan Anda, namun terlalu pemalu untuk terus-terang.
Siapa tahu mereka cocok dan Anda jadi berjasa karena telah mempertemukan dua belahan jiwa. Mereka pasti sudah berpikir matang dong, sebelum memutuskan memberitahu perasaan mereka pada Anda.
Mungkin Anda pernah mengalami kejadian yang mirip dengan contoh kasus di atas. Apakah Anda merespon seperti Ben…atau Danez?
Bg saya lagi dalam prosesnya nih. Pas dianya nembak lewat chat, saya jadi enggan bicara dengannya. Sudah saya diamin biar ngerti eh dianya malah buat status yg nginggung banget. Maaf curhat, mau nanya caranya bilang baik² kalau aku gak suka samanya tapi tetap bisa temanan. 👍