Hai tim ALB,
Saya mohon informasi dan penjelasannya. Apa yg seharusnya saya lakukan kalau saya menyaksikan kekerasan yg dilakukan oleh seseorang (bisa pria atau perempuan) thdp anak/pasangan di ruang publik (tempat parkir, jalanan, dan tempat lainnya yg bisa diakses secara umum)? Bagaimana dengan pilihan2 di bawah ini?
- Saya menghampiri dan melerai. Untuk opsi ini saya kurang yakin cukup solutif, dan berpotensi memperkeruh keadaan. Bisa saja pelaku cuek, pergi dan melanjutkan aksinya di tempat lain ataupun di kemudian hari thdp korban.
- Saya telpon kantor polisi daerah setempat. Pada opsi ini, bagaimana dengan kemungkinan besar telatnya polisi sampai ke lokasi dan menindak pelaku? Itupun kalau laporan saya berhasil mendapat perhatian. Apakah kasus kekerasan sperti ini masuk delik aduan atau delik laporan? Karena saya tidak kenal dgn org2 yg terlibat.
- Saya lapor ke komnas HAM atau Komnas Anak. Ke nomor telepon yg mana saya bisa melapor dan bagaimana saya harus membuat laporan? Apa dgn mengajak korban yg tidak saya kenal tsb ke kantor komnas?
- Memotret atau merekam kejadian lalu mengunggahnya di internet sbg peringatan dan himbauan. Apakah opsi ini legal, dgn mengambil foto seseorang di ruang publik tanpa izin dan memberi interpretasi personal lalu disebarkan melalui media?
- Saya pura2 tidak tahu dgn kejadian tsb, mengingat saya tidak punya wewenang untuk menindak pelaku ataupun posisi untuk menolong korban krn saya bukan siapa2 (bukan keluarga ataupun petugas sosial terkait). Apakah opsi ini adalah hal yg paling mungkin harus saya lakukan dgn pertimbangan tidak adanya instansi seperti 911 atau social service yg dapat menerima laporan publik terkait kasus kekerasan thdp anak?
Atau…
Adakah opsi lain yg lebih solutif dan legal untuk saya lakukan jika saya menjadi saksi kejadian kekerasan di ruang publik oleh orang dewasa thdp anak/perempuan?
Mohon bantuan jawabannya, krn bbrp jam yg lalu saat melewati jalan sepi, mobil saya melewati mobil lain yg terparkir di pinggir jalan, dimana seorang pria dewasa berdiri di depan pintu belakang supir yg terbuka, memukul/meninju seorang anak perempuan yg saya lihat menangis dan ketakutan, dimana di dalam mobil itu ada anak kecil lainnya. Sayangnya, saya tidak tahu tindakan legal apa yg harus saya lakukan.
Terima kasih banyak
Atika Rachma
Dear Atika,
Terima kasih atas pertanyaan kamu. Pertanyaan kamu mewakili banyak pertanyaan yang masuk ke kami. Oleh karena itu, kawan kami, Wawan Suwandi ingin berbagi pengalaman dalam menghadapi kondisi tersebut.
Pada saat kejadian, melakukan pilihan 2 dan 5 rasanya terlalu rumit, karena yang terpenting adalah pencegahan. Untuk pertanyaan poin 1, setidaknya saya bisa sharing pengalaman dan sharing pengalaman orang lain yang saya pernah dengar.
Langkah pertama sebelum terlibat pada aksi melerai dan mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan (KTP) ataupun kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kita harus yakin, bahwa yang kita lakukan adalah hal yang benar, bahkan mengenai KDRT ada payung hukumnya yang bisa menjerat pelaku. Keyakinan tersebut penting untuk dimiliki, karena pada banyak kasus KDRT, bila ada pihak lain turut melerai akan dianggap sebagai pihak yang mencampuri urusan keluarga orang lain, memperkeruh suasana dsb.
Ingat, tidak ada satu orangpun di bumi ini boleh dengan semena-mena disakiti, dan ketika ada orang yang mencegah tindak kekerasan, setidaknya sang pelaku akan berpikir ulang tentang tindakannya tersebut.
Saya pernah punya pengalaman, pertama, pada 2008 saya pernah melihat perkelahian fisik antara laki-laki dan perempuan di jalanan, saat itu aku sedang melintas menggunakan sepeda motor bersama temanku. Melihat perkelahian tidak imbang itu saya berinisiatif untuk menghentikan sepeda motorku di antara keduanya, ya walau temanku marah-marah agar tidak ikut campur, saya tetap yakin apa yang harus saya lakukan.
Dari aksi tsb setidaknya perkelahian itu bisa berhenti, karena dari jauh saya melihat yang laki-laki menjambak dan menarik-narik rambut perempuan itu. Saat itu gak mungkin kan saya lapor polisi, telp. polisi ke 110 paling sekitar 30 – 60menit kemudian baru tiba.
Itu bukan omong kosong ya (Polisi telat), saya pernah menelpon pos polisi yang jaraknya dari TKP kalau naik motor tidak sampai 10 menit, 30-40 menit kemudian mereka baru datang, akhirnya korban sudah meninggal, dan peristiwa tersebut membuat saya trauma sampai sekarang.
Pengalaman Kedua, saya juga pernah terlibat debat mulut, bahkan diancam akan dituntut dan sebagainya dengan orang yang baru mengontrak di dekat rumahku lantaran saya “menyembunyikan” seorang anak perempuan (usia SMP kelas 1) yang mendapatkan kekerasan dari keluarganya.
Saya dan pak RT, mengantarkan korban ke rumah pamannya yang menurut korban pamannya baik dengan dia. Setelah saya mengantar ke pamannya, selang beberapa hari kemudian anak itu diambil lagi sama keluarganya, dan kali ini anak itu kabur dari rumah.
Saya dapat kabar, anak itu sedang luntang-lantung di salah satu perumahan di sekitar tempat saya tinggal, dan saya pun segera mencarinya, karena saat itu sudah malam. Begitu menemukannya, saya lihat dia sudah bawa tas yang katanya berisi baju, dan kutanya mau tidur di mana malam ini, dia bilang mungkin di pinggir jalan.
Akhirnya saya ajak dia ke sebuah warung kopi yang orangnya sudah saya kenal. Saya menceritakan ke pemilik warung tersebut (Suami – istri) duduk persoalannya, dan ternyata pasangan suami istri itu menganjurkan agar menginap di rumahnya saja, apalagi dia punya anak putri yg bisa menjadi temannya.
Esok harinya saya dapat kabar kalau keluarga anak tsb sudah tidak perduli lagi dengannya, terserah mau kemanapun, mereka tidak akan perduli. Akhirnya selama 3 hari saya coba cari shelter, mulai dari yang milik pemerintah, LSM, entah di mana lagi, semua menolak. Setelah saya mengingat-ingat, saya kenal dengan salah satu pengurus sanggar yang menampung anak-anak terlantar, jadilah anak itu tinggal dan sekolah di sana.
Ketiga, pengalaman saya banyak berkumpul dengan ibu-ibu yang mendapatkan pemahaman tentang isu KDRT, mereka bercerita akan beraksi dengan cara memukul benda-benda seperti panci, tiang listrik, kentongan dan sebagainya ketika di sekitar lingkungan mereka terjadi KDRT. Lalu mereka sigap lapor ke ketua RT.
Keempat, pada pertanyaan poin 1, bila merasa tidak percaya diri untuk beraksi seorang diri, ajak orang di sekitar untuk beraksi, kalau tidak ada yang mau, buat kegaduhan dengan berteriak sudah memanggil warga, atau sudah menghubungi petugas, atau apalah yang sekiranya bisa menghentikan aksi kekerasan tersebut.
Secara teori memang mudah, tapi ketika di lapangan justru adrenalin akan membuat kita berani, apalagi bila sudah memahami bahwa kekerasan adalah perbuatan kriminal. Tetapi begitu, upaya utk menelpon polisi tetap harus dilakukan, apalagi bila kita tahu nomor pos polisi/polsek terdekat.
Saya mendorong kamu untuk mengambil langkah 1 karena bisa menjadi langkah awal yang tepat untuk mencegah terjadinya kekerasan. Setelah itu, langkah 2 sampai 4 adalah langkah selanjutnya yang bisa kamu ambil untuk memastikan bahwa mereka yang menjadi korban bisa mendapatkan perlindungan.
Sementara itu. Terima kasih.
One comment
Pingback: Apakah Tuhan Menciptakan Manusia Sebagai Predator?