Konsorsium Timor Adil dan Setara NTT, Mengajak Laki-laki Bertransformasi untuk Adil dan Setara

Pada 25-26 Maret 2021, Konsorsium Adil dan Setara Nusa Tenggara Timur (NTT), memberikan pelatihan pada 30 orang laki-laki di Kupang, dengan representasi peserta terdiri dari Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Tokoh Pemuda, dari 12 Desa yang tersebar di 3 Kabupaten, yakni, Kupang, Timur Tengah Selatan (TTS) dan Timur Tengah Utara (TTU).

Pelatihan di selenggarakan oleh Perkumpulan Relawan CIS Timor, yang merupakan bagian dari Konsorsium Timor Adil Setara NTT. Pelatihan diselenggarakan secara offline dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Dalam pelatihan tersebut, Ketua Panitia, Alfes Lopo, mengundang Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru (ALB), John Bolla, sebagai narasumber, dan difasilitasi oleh William Fangidae, dari relawan CIS Timor, yang juga pegiat ALB Kupang, dan juga Mardan Sesfao ( Asosiasi Soe Ojek Peduli Perempuan dan Anak ). Kegiatan ini mengajak peserta untuk berefleksi mengenai konsep gender, redefinisi konsep maskulinitas guna mengajak peserta memahami lebih jauh tentang apa itu maskulinitas postif dan maskulinitas negatif, kekerasan terhadap perempuan, peran ayah dalam pengasuhan, pengenalan laki-laki baru, dan sesi diakhiri dengan testimoni dari para peserta.

 

Konsorsium Timor Adil dan Setara NTT merupakan aliansi dari 7 lembaga, antara lain: Perkumpulan Relawan CIS Timor, Lembaga Bantuan Hukum APIK–NTT, Bengkel APPEK–NTT, Sanggar Suara Perempuan–TTS, YABIKU TTU, Koalisi Perempuan Indonesia–NTT, dan Komunitas Lopo Belajar Gender.

Penyelenggaraan pelatihan kepada 30 orang peserta yang semuanya laki-laki, merupakan salah satu kegiatan yang berorientasi pada mimpi besar menciptakan relasi yang adil dan setara tanpa kekerasan berbasis gender. Itulah mengapa para peserta nantinya diharapkan memiliki tujuan mendukung terwujudnya kepemimpinan perempuan, pemberdayaan ekonomi perempuan, dan pencegahan kekerasan berbasis gender. Sebagai informasi, kegiatan pelatihan dan kegiatan pasca pelatihan diselenggarakan melalui program Indonesian Women In Leadership (I-WIL), yang akan manarget 12 Desa yang tersebar di 3 Kabupaten, antara lain:

  1. Kupang: Desa Oelomin, Desa Tunfeu, Desa Niukbaun, Desa Nekbaun, Desa Oesena, Desa Oebelo,
  2. Timur Tengah Selatan (TTS): Desa Ajaobaki, Desa Biloto, Desa Oeekam, Desa Oelet, Desa Oeekam, dan,
  3. Timur Tengah Utara (TTU): Desa Kuanek dan Desa Maubesi.

 

Sebagaimana kita ketahui, untuk memutuskan rantai kekerasan terhadap perempuan, dan menciptakan keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, maka selain adanya peran penting perempuan juga dibutuhkan keterlibatan semua pihak, di antaranya ialah laki-laki, baik secara individu, maupun kelompok tertentu, seperti Pemerintah Desa, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan kelompok pemuda.

 

Merubah pola pikir dan cara pandang laki-laki tentang keadilan dan kesetaran gender, serta anti kekerasan, menjadi langkah awal yang bisa dilakukan dalam upaya melibatkan laki-laki dalam program pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Itulah mengapa komunitas Laki-laki Baru di wilayah Timur, mengajak peserta untuk berefleksi agar dapat memahami dirinya sebagai laki-laki, apakah sudah tepat, atau sebaliknya masih terjebak dalam konsep toxic masculinity yang merugikan dirinya dan orang lain.

 

Peserta pelatihan yang memiliki latar belakang  berbeda, baik dari hal usia, pendidikan, status dan peran sosial, single, dan menikah, menghasilkan situasi pelatihan yang dinamis dan reflektif, dimana tanpa diduga keluar pengakuan dari hampir semua peserta yang mengakui pernah menjadi pelaku kekerasan terhadap pasangannya, baik kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan memaksa melakukan hubungan seksual.

 

Berikut beberapa testimoni yang disampaikan secara sukarela oleh peserta, dan bersedia testimoninya untuk dipublikasikan guna memberi inspirasi pada laki-laki lain:

“Saya akui saya adalah pelaku kekerasan, kenapa saya bilang demikian karena kehidupan rumah tangga saya tidak harmonis, saya selalu melakukan kekerasan terhadap istri saya. Selama 2 hari ini ikut training ini saya sadar dan saya sudah mengirim surat untuk istri saya, berisi: “Kupang, 25 Maret 2021, Nola, saya lagi ikut kegiatan di kupang dan mungkin yang selama ini saya buat tidak sesuai dengan kebiasaan saya. Dalam training mengajarkan saya sebagai laki-laki harus berubah menjadi laki-laki yang ideal, saya sekarang masih ada dalam kategori laki-laki-laki lama dan saya sekarang sadar hidup dalam keluarga harus ada kesetaraan gender, saya minta maaf untuk semua yang sudah saya buat selama ini, saya mau beranji untuk jadi laki-laki baru”.

 “Saya adalah laki-laki timor, saya sangat kasar, saya kalau di Kampung saya adalah Tua Adat, selama ini saya tidak pernah lakukan pekerjaan rumah, tapi saya selama 2 hari ikut kegiatan ini saya berjanji dan berusaha untuk tidak menjadi laki-laki yang kasar dengan pasangan”.

“Selama menikah saya tidak pernah melakukan pekerjaan domestik, setelah kegiatan ini saya janji akan membantu istri dengan pekerjaan di rumah”

“ Anak saya selalu menjadi pelampiasan, ketika saya dan istri bertengkar dalam rumah, saya akan berusaha merubah itu menurut nilai laki-laki baru, sabar dan mampu mengelolah amarah “

“Saya pernah tertangkap basah langsung oleh istri saya ketika saya lagi dengan Perempuan idaman lain, butuh waktu panjang untuk mengembalikan kepercayaan tersebut”.

 

Beberapa testimoni di atas menunjukan pendekatan reflektif pada kelompok laki-laki menjadi salah satu pendekatan yang cukup efektif untuk mengubah paradigma mereka tentang konsep laki-laki. Dari budaya dominan dan perilaku yang mempraktikkan kekerasan, menjadi pihak yang bertransformasi, baik secara ideologi, dari yang dominan menjadi setara, dan dari perilaku kekerasan bertransformasi menjadi anti kekerasan, terutama di dalam berelasi dengan pasangan dan anak.

 

Tantangan selanjutnya ialah pasca pelatihan para peserta secara pribadi diharapkan memiliki konsistensi pada apa yang telah ia pelajari tentang kesetaraan dan keadilan gender serta anti kekerasan terhadap perempuan, juga mampu menjadi agen perubahan di tengah-tengah masyarakat di komunitasnya masing-masing, di mana hal itu merupakan bagian dari rencana tindak lanjut pasca pelatihan.

 

Kepada ke-30 orang peserta, kami dari Konsorsium Adil dan Setara Nusa Tenggara Timur, mengucapkan selamat bergabung dalam kampanye yang memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender, dan kami berharap untuk terus menjaga integritasnya, dan mempraktikan apa yang menjadi prinsip gerakan perempuan.

 

Salam dari NTT untuk Dunia yang Setara.

 

 

Penulis     : Alfes S. Lopo

Redaktur : Wawan Suwandi

About Fauzan Zailani

Seorang karyawan swasta, relawan di Aliansi Laki-laki Baru, Fasilitator Muda Laki-laki Peduli, yang percaya bahwa kesetaraan adalah hak & kewajiban kita semua

Check Also

Cegah Kekerasan Terhadap Perempuan, Perlu Pendidikan Toleransi Kepada Anak Laki-laki Sejak Dini

TRIBUNJOGJA.COM – Pemerintah Kabupaten Sleman menggelar Sarasehan memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan pada …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *