Laki-Laki Bicara Soal Kekerasan Seksual dalam Rumah Tangga*

“Istri saya tidak pernah mau melaksanakan kewajibannya sebagai istri, terutama masalah seksual, mas, sehingga saya memukulnya. Untuk berhubungan seksual, kalau ia mau baru kita melakukanya. Jika saya yang mau, selalu ia tolak. Saya merasa tidak dihargai sebagai seorang suami. Padahal dalam buku nikah sudah dijelaskan bahwa suami adalah pemimpin. Jika istri mau masuk surga, apapun permintaan suami harus dituruti.”

Pernyataan di atas adalah pernyataan yang diungkapkan oleh klien laki-laki yang mengikuti konseling di lembaga pemasyarakatan Bengkulu. Laki-laki tersebut beranggapan seorang istri hanyalah objek. Sumarto, Sosiolog Universitas Bengkulu, menyayangkan istri tidak pernah dianggap sebagai subjek dalam rumah tangga.

Abdul Qohar, staf Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bengkulu, menyatakan, suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama. “Seharusnya mereka saling memberi, bukan saling menuntut. Saat memberi itu menjadi keutamaan dalam berpasangan hingga kemudian muncullah kasih sayang.”

Berkembang pemahaman di masyarakat bahwa jika istri menolak ajakan suami untuk bersenggama maka ia berdosa besar. Akan tetapi, hadis atau ayat Al-quran yang menjadi sumber pengetahuan tersebut sesungguhnya mengandung kiasan, tidak dapat ditafsirkan begitu saja sebagaimana bunyi teksnya.

Hubungan seksual antara suami-istri haruslah didasarkan pada kesepakatan keduanya, bukan saja atas kemauan istri atau suami. Kedua belah pihak juga harus paham seandainya suami atau istri sedang berkeberatan melakukannya, bisa jadi karena ia sedang kelelahan.

Dominasi terhadap salah satu pihak akan menghilangkan harmonisasi dalam kehidupan berumah tangga karena salah satu pihak merasa lebih kuat dan merasa berhak memaksakan kehendaknya pada pihak yang lebih lemah. Pada zaman sekarang kekuasaan dalam rumah tangga diukur dengan materi—siapa yang menghasilkan materi lebih banyak maka semakin kuatlah kekuasaannya—dan, biasanya, laki-lakilah sang penguasa itu. Di sinilah letak ketidakseimbangan itu muncul.

Idealnya, laki-laki yang dijadikan pimpinan itu bertanggung jawab seperti manager, tugasnya membagi bukan menguasai. Dalam agama tidak ada istilah pemaksaan. Tujuan pernikahan adalah untuk saling mencintai, saling menyayangi, saling menghargai, dan membuat nyaman satu sama lain.

Rasulullah SAW sendiri telah mencontohkan bagaimana beliau berpamitan terlebih dahulu pada istrinya, Aisyah, ketika akan beribadah kepada Allah SWT. Rasulullah SAW menunjukkan betapa ia sangat menghargai istrinya.

Talkshow dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini terselenggara atas kerjasama Radio RRI dan Women Crisis Centre Nurani Perempuan Bengkulu.

About Redaksi ALB

Check Also

Mengapa Laki-laki Perlu Memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dan Apa yang Dapat dilakukan Laki-laki untuk Mencegah Kekerasan Berbasis Gender?

  Sekilas Tentang Sejarah Aktivitas 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) pertama kali digagas …

One comment

  1. Kurangnya sosialisasi organisasi ini membuat kurang dikenal masyarakat luas baik nama ataupun buah pikiran organisai ini. Ayo dong, gencar sosialisasikan di media yg bisa diakses semua orang. Laki-laki baru untuk indonesia yang lebih beradab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *