HARI Senin tanggal 7 Maret sekitar jam 7 pagi di Oesapa sepanjang jalan Oesapa terlihat ramai. Ramai Lalu lalang kendaraan di jalan timor raya membuat saya harus sangat berhati-hati dalam mengendarai sepeda motor.
Di Kilometer 10 Oesapa, belok ke arah gang sebelah kiri. Sepanjang jalan gang ini hanya terlihat kesibukan-kesibukan kecil di halaman rumah yang ada berjejer di sepanjang jalan. Ada juga yang sepi.
Tujuan hari ini adalah berkunjung ke Posyandu Bougenvil 3 bermodal alamat yang di tulis di buku kecil. Namun tepat nya saya belum tau. Memutuskan untuk tidak malu bertanya kepada warga yang ada di pinggir jalan adalah solusi terbaik.
Seorang pemuda berkutang putih, sementara mencuci motor bersedia membantu mengarahkan saya ke alamat Posyandu Bogenvil itu.
Letak-nya ada di tengah-tengah pemukiman warga, tepatnya di RT 10 / RW 04 Kelurahan Oesapa. Dari kejauhan, saya bisa langsung memastikan sudah dekat dan akan segera tiba di tujuan. Tidak salah memang, akhirnya berhasil sampe di Posyandu Bogenvil 3 dengan perasaan yang sangat baik 🙂
Terlihat ramai di sekitar halaman rumah. Tepatnya Diteras depan rumah setengah tembok, setengah dinding yang sebenarnya lumayan besar tapi terasa sempit ketika dipenuhi ibu-ibu dan anak balita mereka. Gambaran yang sering saya lihat di sebagian besar Posyandu yang pernah di kunjungi.
Segera masuk dan melemparkan senyuman selamat pagi kepada ibu-ibu yang ada di situ. Senang sekali ketika mereka membalas dengan senyuman yang hangat.
Menghampiri seorang kader yang terlihat sibuk mencatat data-data perkembangan anak di sebuah buku berukuran besar, namun di sela-sela kesibukan itu dia dengan wajah penuh senyum menyambut kedatangan saya. Ucapan selamat pagi, perkenalan dan penjelasan tujuan kedatangan langsung saya sampaikan.
“Selamat pagi… oo… mari adik… ” Ungkap ibu menanggapi penjelasan saya. Wajah Kader ini tidak begitu asing di memori saya. Pernah ketemu dimana ya ???
Dari sekian banyak ibu yang hadir, ada 2 ibu yang rupanya sudah pernah bertemu, bahkan sering. Ya, mereka adalah Ibu Amy Hartini Anin yang sering di sapa mama Anin dan Ibu Ferderika Oga Djawa yang sering disapa mama Oga. Mama Anin adalah seorang tokoh perempuan di Kalurahan Oesapa yang sudah sejak lama fokus di Posyandu. Informasi-informasi tentang posyandu banyak saya dapatkan dari beliau. Mama Anin sangat ramah. Dia juga tegas.
Sedangkan mama Oga, pernah bertemu dengan saya di kegiatan Diskusi Terfokus tentang Gender di Aula Unkris beberapa waktu lalu. Mama Oga juga merupakan salah satu tokoh perempuan di Kompleks tempat dia tinggal dan di Kelurahan Oesapa. Mama Oga adalah ketua kader posyandu Bougenvil 3. Beliau sangat murah senyum :
Tidak ingin mengganggu jalannya proses posyandu, saya memilih untuk duduk di sudut teras sambil berkenalan bahkan bercerita dengan ibu-ibu yang ada di dekat saya. Saya mencoba memulai topik pembicaraan tentang keterlibatan Laki-laki dalam dalam Posyandu. Macam-macam tanggapan yang tersampaikan…
“adoooo…. Te jang harap bapa dong mo koko ana datang posyandu”
Ada juga yang bilang…
“Bapa dong kan jam begini sibuk kerja di kantor jadi biar mama-mama sa yang datang…”
Topik Laki-laki dan Posyandu itu, membuat suasana terasa semakin ramai. Sebagian besar isi pesan dari kalimat itu adalah Laki-laki jarang ada di Posyandu.Namun selang beberapa menit kemudian, ungkapan ibu-ibu bahwa susah berharap laki-laki mau datang ke posyandu akhirnya tidak sepenuhnya benar adanya.
Terlihat seorang Laki-laki masuk ke halaman posyandu dengan senyum lebar sambil menggendong anak langsung menjadi bukti nyata pagi itu. Bahwa ada laki-laki yang bisa di harapkan untuk membawa anak ke posyandu. Posyandu bukan hanya ruang nya Ibu-ibu.
Zhakarias Misa nama nya. Ibu-ibu di posyandu menyapa dengan panggilan Om Saka. Om Saka berjalan mendekat ke arah kami. Karena kebetulan ada ruang untuk duduk menunggu giliran disitu.
Pujian demi pujian-pun keluar dari mulut para ibu-ibu di situ tertuju pada om saka…
“ini dolo…. Ini baru bapak yang teladan…..”
“om saka memang paling rajin bawa anak ke posyandu…”
“bap tua koko satu, mam tua koko satu…, harus begitu dolo…”
Mendengar kalimat terakhir, saya akhirnya tau bahwa rupanya om Saka punya 2 orang anak. Yang kakak ukuran tubuh nya lebih tinggi di gendong sama om Saka, dan yang adik dengan tubuh yang kecil di gendong sama istri nya om saka, ibu dari anak-anak itu.
Mendengar kalimat-kalimat ini, om Saka terlihat malu-malu… kedua lengan nya tetap memeluk anaknya walaupun sudah dalam posisi duduk. Anaknya terlihat sangat nyaman di pangkuan sang ayah.
Akhirnya Om Saka, ditengah senyuman nya menanggapi pujian para ibu-ibu…
“Harus begitu e…mama… kita kan basayang… :”
Ungkapan itu membuat saya jadi ingin lebih dalam bercerita dengan beliau. Dan keinginan ini segera direalisasikan setelah menunggu om saka selesai menimbang anaknya.
Di bawah pohon jambu dekat teras rumah kami duduk bersama. Om Saka banyak bercerita di situ. Sebelumnya saya memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan ada di Posyandu pagi itu. Dengan ekspresi wajah serius beliau menyimak.
Giliran Om Saka yang bercerita. Mulai dengan perkenalan.
Om Saka tinggal di RT 04 / RW 02 Kelurahan Oesapa. Tepatnya di dekat pinggir pantai Nunsui. Salah satu objek wisata di Kota Kupang. “Beruntung sekali bisa tinggal di dekat pantai yang indah” ungkap ku iri.
Kini, aktifitas prioritas om Saka sehari-hari adalah bekerja di sebagai Koster di Gereja Nazaret Oesapa. Pagi ini beliau minta ijin tuk bersama istri mengartar anak ke Posyandu. “Ini Cuma satu kali dalam satu bulan… jadi tidak masalah” ungkap pria asal Soe ini tenang. Setiap bulan Om Saka sering bersama istri mengantar anak-anak mereka yang masih balita itu ke Posyadu. Hal ini juga di benarkan oleh Ibu Ogga.
“Iya, om Saka rajin datang posyandu setiap bulan” Jelas mama Ogga di sela-sela kesibukannya.
Sebelum menjadi koster, Om Saka setiap hari bekerja sebagai pemungut besi tua dan gelas bekas minuman mineral. Sempat kaget mendengar ini. Salut buat om Saka.
Om Saka dan istri, Hermina Manu di karuniai 2 orang anak. Anak pertama adalah perempuan bernama Asni Misa berumur 2,6 tahun, anak kedua laki-laki namanya Andri Misa berumur 1,5 tahun. Keduanya berkulit putih. Cantik dan Ganteng.
Hanya beberapa menit saja kami bercerita. Om saka terlihat sudah mempersiapkan diri untuk pulang mengantar istri dan anak-anaknya ke rumah dan kembali menjalankan tugas nya Gereja.
Namun karena saking penasarannya saya sempat melontarkan pertanyaan terakhir kepada laki-laki ini. Apa yang membuat beliau datang bersama istri dan anak-anak ke Posyandu, sampai-sampai rela meninggalkan tanggungjawab nya sebagai Koster di Gereja ? Sebelum menjawab pertanyaan ini, beliau sempat memberi tanda dengan telapak kanan nya kepada istrinya. Tanda untuk bersabar sedikit. Istrinya mengiyakan. Dan beliau-pun lanjut dengan menanggapi pertanyaan saya.
“ini begini pak… kita kalo sudah menikah harus bertanggung jawab terhadap anak-anak dan istri. Dulu waktu kami mau menikah, pendeta bilang begitu waktu beta dengan maitua ikut penggembalaan di Gereja. Karena abis beta dengan istri menikah, maka kita tidak dua lagi tapi sudah satu. Ini kita angkat sumpah di Gereja waktu pemberkatan nikah. Sonde ada alasan untuk malu bawa anak ke Posyandu. Ini adalah bentuk pertanggungjawaban seorang suami kepada istri dan anak, ini adalah pertanggungjawaban… atas sumpah seorang suami kepada Tuhan. Jika tidak, rejeki tato’a…” Ungkap beliau semangat dengan suara yang lumayan lantang.
Waow…salut buat Om saka. Cukup.! Tidak ada pertanyaan lagi yang melintas di kepala ini. Yang ada hanya perasaan bangga terhadap Om Saka dan bangga terhadap diri sendiri karena secara kebetulan bertemu dengan laki-laki yang menurut saya hebat.
Cerita ini belum selesai, Saya sendiri masih merasa penasaran ingin tau lebih tentang keluarga Om Saka…
Penulis: Alfred W. Djami
Tags pelibatan laki-laki Pengasuhan Posyandu
Check Also
LAKI-LAKI YANG “DILATIH” MEMPERKOSA
LAKI-LAKI YANG “DILATIH” MEMPERKOSA Oleh: Nur Hasyim (Co-Founder Aliansi Laki-Laki Baru, Direktur C-PolSis FISIP …