Ada 2 bisnis baru yang membuka ruang kenakalan dan kriminalitas anak. Pertama bisnis sepeda motor yangmeningkat drastis beberapa tahun terakhir ini. Dengan uang lima ratus ribu rupiah seseorang bisa memiliki sepeda motor. Akibatnya akses masyarakat termasuk anak laki untuk mendapatkan sepeda motor terbuka lebar-lebar. Kaitannya dengan peningkatan kecelakaan di jalan sudah terbukti. Yang perlu dibuktikan dampak lainnya adalah peningkatan kenakalan dan kriminalitas yang dilakukan oleh anak.
Sepeda motor meningkatkan secara drastis geng motor di kalangan anak baru gede. Fenomena geng motor ada dimana-mana baik di kota besar maupun kecil. Sepeda motor menjadi simbol mempertontonkan maskulinitas laki-laki. Berfungsi menjadi alat mendekati anak perempuan dengan kesediaan menjadi tukang ojek, mempertontonkan keberanian dengan adu kecepatan yang dilakukan, mendapatkan kebanggaan karena berani melawan ketentuan lalu lintas jalan dan polisi sebagai penjaga gawangnya danmenjadi ajang berjudi. Juga mulai peningkatan kriminalitas anak denganmelakukan pencurian sepeda motor dan perampokan.
Di Bandung geng motor sudah terkait dengan seks beresiko dan pelacuran. Anak perempuan berlomba bisa diterima anak-anak geng. Mereka merasa tersanjung menjadi bagian dari geng keren. Karena itu mereka mau membayar harga apapun. Setelah diterima mereka bersedia digilir dan melayani kebutuhan seks anggota geng. Anak-anak perempuan ini kemudian terlibat merokok, minuman keras dan narkoba. Untuk mendapatkan uang untuk membeli barang-barang pemacu andrenalin dan kenyamanan tersebut maka anak-anakperempuan itu masuk ke dalam dunia pelacuran. Informasi ini saya dapatkan dari studi lapangan ke lembaga-lembaga yang melakukan penanggulangan eksploitasi seksual pada anak perempuan tahun lalu. Saya yakin hal ini terjadi di kota lain juga, hanya perlu dicari bukti.
Kedua bisnis media online dari warnet dan gadget yang juga mudah didapatkan hampir semua orang, membuka akses melihat pornografi. Semua anak laki yang memiliki gadget mau tidak mau dengan mudah bisa melihat foto porno dan tawaran yang disampaikan. Melihat dan mendiskusikan foto porno di usia yang lebih dini menjadi kebiasaan anak-anaklaki-laki masa kini. Implikasinya adalah mencari pelampiasan dorongan seks yang muncul. Yang terbuka menerima dorongan seks anak laki adalah penjaja seks terutama yang telah kehilangan banyak kliennya. Lalu mereka dengan mudah masuk ke dalam seks bebas dan menuntuthubungan seks dengan anak perempuan yang bersedia menjadi pacarnya.
Dampaknya adalah meningkatnya kehamilan di antara anak perempuan usia SMP dan SMA yang dilakukan oleh sesama anak. Orangtua anak perempuan memandang bahwa pacar anaknya sebagai pelaku tindak kriminal. Sedangkan aparat hukum melihat masalah ini sebagai tindakasusila/percabulan. Sedangkan sekolah belum melihat ini sebagai urusan yang harus diatasi. Setiap masa ujian sekarang selalu terangkat masalah anak hamil boleh ikut ujian atau tidak di mediamassa. Kehamilan anak adalah masalah pendidikan yang belum terpecahkan. Anak hamil kehilangan masa depannya karena tidak bisa melanjutkan sekolah dan terikat untuk merawat anak. Sedangkan laki-laki yang menghamili bisa bebas dan bisa menghamili anak perempuan lainnya dengan hak sekolahnya tidak dicabut. Kalau pelakunya laki-laki dewasa definisi sudah jelas yakni tindak kriminal.
Praktek maskulinitas saat ini adalah mengutamakan keberanian. Sayangnya definisi dan arti keberanian ditentukan oleh anak itu sendiri. Pendidikan keluarga dan sekolah sama sekali belum terlibat dalam pembentukan maskulinitas anak. Mereka menjadi anak laki-laki berdasarkan persepsinya sendiri dengan input dari media massa dan orang-orang sekitarnya. Maskulinitas dan feminitas yang berlaku saat ini adalah produk budaya patriarki. Struktur dan nilai persamaaan dan keadilan yang diusahakan terus oleh aktivis gender dan praktek bisnis yang berdampak pada pembentukan feminitas dan maskulinitas, membuat nilai-nilai lama tentang maskulinitas dan feminitas tidak produktif lagi. Ruang kenakalan dan kriminalitas yang diakibatkan maskulinitas yang salah dipraktekkan telahterbuka lebar. Kalau tidak ada intervensi pendidikan maka sudah jelas bahwakita membiarkan anak-anak menjadi pelacur dan pelaku tindak kriminal.
Saat ini pendidikan tidak mau melaksanakan tugasnya mendidik anak nakal. Banyak sekali sekolah negeri maupun swasta mengambil kebijakan mengeluarkan anak hamil dan anak-anak nakal yang suka berkelahi dan melakukan tindak kenakalan lainnya. Ke mana mereka? Tiadanya sekolah yang bersedia mendidik sudah pasti akan meningkatkan kenakalan mereka sampai berakhir menjadi pelaku tindak kriminal. Kalau mereka masih ada di usia anak maka sistem pengadilan kita saat ini menganut sistem keadilan restorasi yang cenderung tidak memenjarakan anak. Ke mana lagi mereka akan dipulihkan? Sekolah belum siap dan bersedia memulihkan mereka. Keluarga juga bukan tempat anak bisamemulihkan diri. Ini pengakuan polisi yang mengurus anak yang berhadapan dengan hukum dalam diskusi publik yang kami adakan. Malah keluarga justru yang memperparahkan kenakalan anak karena salah didik, korban kekerasan danpenelantaran.
Moga-moga revolusi mental dalam kaitannya dengan pendidikan karakter tidak melupakan urusan mendekonstruksifeminitas dan maskulinitas yang ada sebagai antisipasi dan mencegah kenakalandan tindak kriminalitas anak. Kita sudah tahu peta dan kecenderungannya.Seharusnya kita bisa merancang usaha untuk pencegahannya. Pencegahan seharusnyadilakukan oleh orangtua dan sekolah.
Mereka punya kewajiban menjadikan anak laki-laki mereka memiliki konsep dan nilai maskulinitas yang sehat. Hasil riset saya menunjukkan bahwa anak laki-laki masa kini unjuk maskulinitas secara keliru. Kenakalan dan tindak kriminal yang dilakukan melalui proses panjang dengan keterhubungan satu isu dengan isu lain. Dimulai dari persepsi tentangmaskulitas yang dioperasionalkan dalam tindakan yang membahayakan diri danorang lain. Lalu implikasinya adalah menghamili, minuman keras, narkoba, merokok, kecelakaan, berjudi, kebiasaan berbohong dan lain-lainnya. Maskulinitas baru seperti apakah yang maudikontruksikan pada anak laki-laki melalui pendidikan di keluarga dan sekolah? Mari kita diskusikan.
Esthi Susahnti Hudiono, Direktur eksekutif Yayasan Hotline Surabaya
Tags Jawa Timur kekerasan terhadap perempuan Laki-laki Maskulinitas Baru Pendidikan perempuan Pria Remaja Sekolah. Diskriminasi Surabaya Wanita
Check Also
Observasi terhadap Budaya Patriarki: Diskusi Mengenai Gerbong Khusus Perempuan di KRL
Gerbong khusus perempuan difungsikan sejak 19 Agustus 2010 untuk merespons kebutuhan penumpang perempuan akan keamanan …