Surat Maaf Untuk Putri

In Memoriam Putri (1996-2012)
Putri, hari ini kau pasti sudah merasakan nikmatnya surga di sana. Jalan hidupmu begitu tragis, yang muncul dari kesalahan dan dosaku padamu. Memang aku tidak pernah mengenalmu, aku baru mengenalmu ketika kau memilih untuk pergi ke dunia yang lain, lepas dari dunia fana yang telah terbentuk dari suplai kesalahanku.
Putri, aku sedih, walau di sana kau senang, kau juga tidak mengenalku, tapi saat ini aku ingin berkenalan denganmu. Parasmu begitu anggun  ketika fotomu beredar lewat stasiun televisi. Orang tuamu pasti sangat  menyayangimu. Terbukti sampai hari ini mereka masih meratapi kepergianmu. Aku sedih dan benar-benar menangis ketika kau pergi akibat fitnah dari kalangan orang-orang berkuasa.
Aku tidak tahu, setelah aku berpikir akulah biang kepergian dirimu, ketika fitnah itu menghujam dirimu. Lewat surat ini kuperkenalkan diriku dan permintaan maafku untukmu. Aku adalah orang yang diam ketika ada sekelompok aparat melakukan razia malam hari, aku diam ketika selama ini aku melihat mereka melakukan tindakan diskriminatif terhadap kaum perempuan.
Penyesalanku adalah karena aku hanya diam. Secara kasat mata aku melihat aparat berkedok agama itu hanya menduga-duga, tak ada bukti yang nyata. Mereka selalu menduga bahwa perempuan nongkrong di malam hari adalah pelacur. Lebih sakitnya lagi, dulu, sebelum kepergian dirimu, aku juga memiliki persepsi yang sama seperti mereka.
Aku pernah bangga melihat mereka. Kupikir mereka adalah orang suci yang mencoba membasmi maksiat di muka bumi. Bahkan, Putri, kusampaikan kepadamu, aku sempat ingin menjadi seperti mereka, hingga kuperdalam ilmu agamaku agar aku bisa menjadi seperti mereka. Putri, aku pernah bangga dengan penerapan aturan keagamaan di tempat kita. Kupikir aturan itu sudah tepat, tanpa kukaji lebih dalam ternyata ada yang salah dengan aturan itu.
Putri, aku tahu pasti sakit rasanya difitnah. Setelah difitnah kau pasti dijauhi masyarakat, dijauhi teman-temanmu. Tak terbayangkan jika fitnah itu jatuh padaku, pasti aku melakukan tindakan yang tidak jauh beda darimu, Putri. Kau tahu banyak pihak yang tersentak akan kepergianmu. Hari ini para pembelamu muncul, setelah sekian lama bersembunyi dan hanya diam dan menikmati hidup. Nyatanya, aku dan para pembelamu adalah orang-orang yang berdosa besar terhadapmu.
Untuk menebus kesalahan kami, kami membelaku. Kami berusaha untuk memberikan hukuman yang tepat kepada orang yang secara jelas menyebabkan kepergianmu. Merekalah orang-orang yang secara jelas dan nyata memfitnahmu, tapi aku juga tidak menafikan kesalahanku padamu, karena selama ini aku mendukung mereka.
Ketika kutulis surat ini untukmu, kota kita, tempat di mana kau difitnah, diterpa hujan seharian. Sebelumnya sumur-sumur kering tak berisi. Kuanggap kekeringan itu sebagai balasan Tuhan untukku yang telah menjadi bagian dari proses  jatuhnya fitnah terhadapmu.
Ini hanyalah bagian kecil dari hukuman Tuhan kepadaku dan seluruh orang-orang yang menyebabkan kepergianmu, Putri. Pertanda Tuhan sangat sayang denganmu. Tuhan tidak menutup mata. Tuhan sangat marah ketika agama yang dianjurkan-Nya dipermainkan sehingga muncul ketidakadilan yang berujung pada kepergianmu, Putri.
Aku tahu maksudmu ketika malam itu, sebelum kejadian razia dan fitnah itu menghampiri dirimu, kau pergi menonton. Aku tahu kau haus akan hiburan karena memang tempat kita sangat jauh dari pusat tontonan. Remaja seperti dirimu pasti sangat ingin merasakan hiburan yang tepat dan pantas. Tapi sebagian orang tidak mengerti, mereka malah melakukan pembatasan ketika saat menikmati hiburan itu muncul. Padahal bukankah hak kita sebagai masyarakat untuk mendapat hiburan tersebut? Jujur aku juga bagian dari anak muda juga haus akan hiburan, seharusnya sah-sah saja jika kau ingin menikmati hiburan bersama teman-temanmu dan menjalani hidup sebagai remaja yang berkembang.
Sebelumnya, hak tumbuh kembangmu tidak diberikan pemerintahan kita. Kudengar kau putus sekolah ketika kau berada di kelas dua Sekolah Menengah Atas. Padahal kewajiban pemerintah kita adalah memenuhi hak-hak pendidikan tersebut padamu, Putri, tapi kau tidak mendapatkannya, malah oleh bagian dari pemerintahan yang berkedok agama itu kau mendapatkan fitnah.
Fitnah itu murahan, Putri. Fitnah tidak masuk logika. Fitnah yang hanya diambil dari penglihatan kasat mata orang-orang sok suci, sok taat, seolah-olah merekalah yang paling dekat dengan Tuhan, seolah-olah merekalah makhluk kesayangan Tuhan. Kau tahu, Putri, mereka yang telah memfitnahmu, akan merasakan bara api neraka kelak.
Aku tahu dan sudah jelas kau adalah gadis suci, belum ternoda, tapi mereka yang telah memfitnahmu adalah orang-orang yang berpikiran kotor, hanya memikirkan selangkangan kesucian perempuan, pikiran kotor itulah yang menjadi landasan mereka memfitnahmu.
Aku jauh dari orang tuaku saat ini, Putri. Aku menangis ketika aku mengingat orang tuaku yang selalu memikirkanku, memikirkan keselamatan hidupku, yang memikirkan kesuksesanku di kemudian hari. Tapi tak terbayangkan olehku jika orang tuaku menangis, meratap dan bersedih terus menerus jika mereka kehilanganku, seperti yang dialami oleh orang tuamu sekarang.
Hari ini orang tuamu akan kuanggap sebagai orang tuaku juga, Putri. Aku juga menganggapmu seperti adikku sebagai permohonan maafku  kepadamu, karena aku adalah bagian dari penyebab kepergianmu. Oleh karena itu, aku tidak ingin orang tuamu bersedih lagi, Putri. Sampaikanlah kalau hari ini kau senang di sana. Aku tidak ingin orang tuamu melihat lagi kejadian-kejadian seperti yang kau alami, Putri. Aku akan terus berusaha untuk memberantas fitnah-fitnah dari hasil aturan yang diskriminatif berkedok agama. Mereka memfitnahmu dengan mendompleng agama. Padahal mereka tidak tahu dan masih awam mengenai agama yang mereka cintai itu.
Mereka telah dibutakan oleh pemahaman agama yang dangkal , pemahaman agama yang tidak dikaji lebih dalam, sehingga mereka  dengan senang hati dan suka ria sambil menikmati amprahan setiap bulan melakukan fitnah-fitnah dan tebak-tebakan dalam memberikan klaim dosa atau tidak.
Kau tahu, Putri, mereka berlagak seperti Malaikat Rakib dan Atid ketika mengklaim perbuatan dosa orang. Mereka juga seperti Munkar dan Nankir ketika memberikan hukuman, padahal mereka hanyalah manusia biasa, yang bahkan kesuciannya boleh dipertanyakan ketika mereka  beranjak dewasa.
Padamu, Putri, aku meminta maaf yang sebesar-besarnya karena aku adalah orang yang pernah mendukung para pelaku yang telah memfitnahmu. Aku pernah bangga pada para pelaku yang telah memfitnahmu. Aku juga sempat bermimpi ingin menjadi seperti mereka dulu, tapi hari ini impian itu kubakar, karena akhlak mereka yang ternyata zalim.
Putri, kumohon kau berikan maafmu padaku. Jika kau berkenan, kuharap kau berdoa untuk kesadaran sekelompok orang yang telah berlaku zalim padamu. Kuharap kau yang telah dekat dengan Tuhan, meminta agar tak ada Putri-Putri lain menyusul.
Saat ini kau telah menjadi Putri Tuhan. Kau telah tahu bahwa agama kita adalah agama yang paling benar, agama kita adalah agama untuk seluruh alam, dan kau telah mengerti agama kita bukanlah agama yang diskriminatif dan penuh kezaliman seperti yang telah diterapkan oleh sekolompok orang yang telah memfitnah dan menzalimimu.
Kuharap surat ini dapat kau terima dan semoga tidak ada Putri-Putri lain yang mendapat perlakuan dirimu. Selamat menikmati kehidupan yang baru, wahai Putri.
*Putri adalah gadis Aceh yang bunuh diri karena dituduh pelacur.
Fiqih Purnama, Anggota Koalisi Advokasi dan Pemantau Hak Anak (KAPHA)

About Redaksi ALB

Check Also

Observasi terhadap Budaya Patriarki: Diskusi Mengenai Gerbong Khusus Perempuan di KRL

Gerbong khusus perempuan difungsikan sejak 19 Agustus 2010 untuk merespons kebutuhan penumpang perempuan akan keamanan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *