Totalitas Seorang Pria Konselor

Hofni Tefbana tidak ingat lagi berapa banyak pasangan suami-istri yang telah dibantunya untuk keluar dari permasalahan rumah tangga mereka. Dia bisa dikatakan menyiapkan waktu 24 jam untuk membantu mereka, bahkan berusaha membantu apa saja yang dibutuhkan suatu keluarga untuk keluar dari masalah yang dihadapi.

Hofni yang tinggal di Kelurahan Liliba, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengawali kariernya sebagai konselor sejak tahun 1985. Ketika itu dia menjadi anggota majelis di Gereja Mawar Sharon, Kota Kupang.

Sebagai anggota majelis, ia banyak terlibat dalam permasalahan yang dihadapi jemaat di gereja tersebut. Tidak hanya masalah jemaat berkaitan dengan agama, tetapi juga problem ekonomi sampai tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sejak itu, Hofni relatif selalu dibutuhkan para anggota jemaat. Dia melakukan kunjungan ke rumah-rumah mereka dan memberikan konseling yang dibutuhkan keluarga bermasalah. Tidak hanya itu, dalam berbagai kesempatan, dia juga memantau perkembangan keluarga yang bermasalah.

”Saya sering sampai tidur di rumah keluarga yang sedang bermasalah. Misalnya, ada pasangan suami-istri yang sedang bertengkar, saya diminta untuk tidur di rumah mereka. Ini demi mencegah timbulnya pertengkaran yang lebih hebat atau sekadar duduk dan berbagi cerita sampai pagi dengan pasangan tersebut,” cerita Hofni.

Tidak hanya itu, ayah dari tiga anak ini bahkan pernah sampai membantu membangun rumah sebuah keluarga yang kekurangan biaya. Saat itu mereka ingin membangun rumah, tetapi mereka kesulitan biaya dan nyaris bercerai karena hal tersebut.

”Saya memang relatif tidak punya apa-apa, tetapi saya punya tenaga, jadi saya berikan tenaga saya untuk membangun rumah mereka. Sampai hari ini, mereka masih tinggal bersama-sama. Saya sudah merasa bahagia ketika melihat orang lain juga bahagia,” ujarnya.

Rumah Hofni tidak pernah tertutup bagi setiap orang yang datang dan membutuhkan konseling. Setiap waktu, setiap jam, di tengah malam sekalipun, laki-laki yang murah senyum ini selalu siaga saat dibutuhkan orang lain.

Komitmen

Hofni sebenarnya tidak pernah mengenyam pendidikan khusus sebagai konselor. Pendidikannya di Universitas Nusa Cendana, Kupang, terhenti karena tidak ada biaya. Hingga kini, prinsip-prinsip melayanilah yang digunakannya untuk melakukan konseling terhadap keluarga yang bermasalah.
Semua agama, menurut Hofni, pada dasarnya mengarahkan manusia pada hal-hal yang baik.

Dengan landasan yang sama, semua pernikahan pada dasarnya juga dapat diselamatkan.
Sejauh ini, kebanyakan dari keluarga atau pasangan yang dilayani Hofni biasanya dapat kembali hidup harmonis. Meski demikian, terkadang untuk mewujudkan kondisi tersebut dibutuhkan waktu yang relatif lama.

”Biasanya pasangan itu memiliki masalah dalam berkomunikasi sehingga apa yang ada dalam pikiran mereka tidak dapat tersampaikan secara tepat,” ujar Hofni.
Hanya masalah keluarga yang disebabkan adanya perempuan idaman lain atau pria idaman lain yang sulit diatasi. Untuk kasus semacam itu, kata Hofni, sebagian pasangan suami-istri akhirnya memutuskan untuk berpisah.

Seiring dengan berjalannya waktu, keluarga atau pasangan yang meminta Hofni mendampingi pun tidak hanya datang dari kalangan jemaat gereja, tetapi juga dari berbagai kalangan. Mereka yang menganut agama lain pun kemudian turut mendatangi Hofni untuk mendapatkan konseling.

”Umumnya saya hanya mengarahkan mereka untuk menenangkan diri sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Dalam kehidupan berkeluarga, yang paling penting adalah komitmen dari suami dan istri untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam keluarga,” kata Hofni, yang mengaku selalu berusaha menjadi pendengar yang baik bagi kedua belah pihak.

Faktor pemicu

Dari banyaknya pasangan suami-istri bermasalah yang pernah ditemuinya, kebanyakan problem keluarga dipicu faktor ekonomi. Keluarga yang kesulitan secara ekonomi, anggotanya menjadi lebih tertekan.
Pada kondisi tersebut, dalam keluarga itu biasanya dengan mudah akan muncul KDRT. Selain ekonomi, faktor budaya rupanya juga memiliki pengaruh besar. Hal ini terjadi karena di NTT budaya patriark masih begitu kuat.

Selain itu, di NTT banyak masalah dalam keluarga juga muncul karena tingginya angka pernikahan yang tidak tercatat pada kantor catatan sipil. Sebagian besar masyarakat di NTT sudah menganggap sah pernikahan adat, yaitu ketika seorang laki-laki meminang seorang perempuan. Saat itu juga mereka dianggap sudah sah sebagai pasangan suami-istri.

Masalah dalam keluarga umumnya timbul setelah beberapa tahun kemudian, ketika keluarga itu sudah memiliki anak. Hofni bercerita, sering terjadi sang suami pergi begitu saja meninggalkan istri dan anak-anaknya. Di sisi lain, sang istri dan anaknya tidak bisa menuntut pria tersebut karena pernikahan mereka tidak tercatat secara hukum.

Agar kasus-kasus seperti itu tidak terus berulang, Hofni pun berusaha menyosialisasikan pentingnya melakukan pernikahan secara hukum. Hal itu terutama ditujukan kepada pasangan muda. Mereka disarankan untuk mencatatkan pernikahan mereka sehingga resmi dan diakui negara.

Kepada pasangan yang telanjur menikah dan belum dicatat secara negara, Hofni mendorong mereka agar segera mencatatkan pernikahan mereka ke kantor catatan sipil setempat.

Kesungguhan dan kegigihannya mengatasi masalah dalam keluarga di Kupang dan sekitarnya membuat Hofni sejak tahun 2009 direkrut oleh Rumah Perempuan, sebuah lembaga yang banyak mendampingi masalah KDRT serta perdagangan manusia. Ia menjadi seorang konselor laki-laki di lembaga tersebut.

Banyak kasus KDRT di NTT (kecuali pelecehan seksual, penganiayaan, dan penghilangan nyawa) yang dilaporkan kepada kepolisian sebetulnya hanya dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada si pelaku. Sesungguhnya, para istri tidak ingin suami mereka sampai ditahan atau dipenjarakan.

Menurut Hofni, KDRT sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pendekatan kepada suami, tidak hanya kepada istri sebagai pihak yang banyak menjadi korban kekerasan. Praktik itulah yang juga dia jalankan selama ini dan terbukti efektif.

Keterlibatan Hofni untuk mengatasi permasalahan dalam keluarga selama ini memengaruhi lahirnya para laki-laki konselor. Mereka yang sebelumnya merupakan pelaku KDRT kemudian menjadi konselor dan membantu keluarga lain untuk mengatasi berbagai masalah dalam keluarga mereka.

Penulis: Amanda Putri
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/10/26/03264510/totalitas.seorang.pria.konselor

About Redaksi ALB

Check Also

Mengapa Laki-laki Perlu Memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dan Apa yang Dapat dilakukan Laki-laki untuk Mencegah Kekerasan Berbasis Gender?

  Sekilas Tentang Sejarah Aktivitas 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) pertama kali digagas …

One comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *