Perjuangan Kartini Dahulu dan Perjuangan Kita Sekarang.
Pada masa di mana perempuan tidak dihargai, hak-haknya dirampas, tidak bisa mengakses pendidikan, dan menjadi abdi di bawah kuasa laki-laki, muncul seorang perempuan pemberani yang berusaha mendobrak budaya yang mengekang perempuan. Ya, dia adalah Kartini, dengan kecerdasan pemikirannya yang visioner, ia berusaha menyibak gelap budaya patriarki dengan membangun sekolah untuk perempuan.
Mengingat jasanya yang besar dalam memperjuangkan pendidikan bagi perempuan, Presiden Sukarno kemudian mengangkat Kartini menjadi salah satu pahlawan Nasional, dan setiap 21 April bangsa Indonesia selalu memperingatinya.
Perjuangkan Kartini pada masa lalu agar perempuan dihormati harkat dan martabatnya, belum usai. Pada era ini perjuangan tersebut masih menjadi jalan panjang, khususnya bagi perempuan di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih harus berjuang keras dalam kungkungan budaya yang mendudukan perempuan tidak setara dengan laki-laki.
Akibatnya perempuan menjadi pihak yang tersubordinasi sehingga ia kerap tidak mendapatkan akses sebagaimana yang bisa dinikmati kaum laki-laki. Persoalan lainnya ialah tentang banyaknya perempuan yang masuk dalam perangkap human trafficking (perdagangan orang), bahkan NTT pernah dianggap sebagai wilayah darurat human trafficking.
Upaya menangani kasus human trafficking memang telah dilakukan oleh penegak hukum. Tetapi bila tidak dilakukan secara komperhensif maka kasus demi kasus akan terus terjadi. Persoalan trafficking sudah sepatutnya ditinjau dari hulu hingga hilir agar kasus trafficking dapat diminimalisir bahkan ditiadakan. Sebagai contoh, perlunya dilakukan tindakan pencegahan yang memungkinkan praktek-praktek trafficking terjadi, di antaranya ialah dengan melakukan pendidikan kepada masyarakat khususnya generasi muda untuk mengenali modus-modus trafficking.
Gerakan Melawan Trafficking di NTT.
Dalam rangka mendorong keberlangsungan pencegahan kekerasan terhadap perempuan, bertepatan dengan Hari Kartini, CIS Timor dan Yayasan Sanggar Suara Perempuan Kabupaten Timor Tengah Selatan, pada 17 April 2015, menyelenggarakan beberapa rangkaian kegiatan, antara lain talkshow dengan tema “Laki-laki Baru Cegah Human Trafficking di NTT”. Esok harinya (18/4), guna menyambut hari Kartini, dilanjutkan dengan jalan santai di area Car Free Day, Kupang, NTT.
Talkshow menghadiri narasumber 1) Drs. Simon Tokan, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Provinsi NTT, 2) AKBP Matheus Ma’u, KASUBDIT KERMA DITBINMAS POLDA NTT, 3) Ansi Damaris Rihi Dara,SH, Direktrus LBH APIK NTT, 4) Firmansyah A.D. Mara, pegiat Laki-laki Baru Kupang, dan Ana Djukana, SH sebagai moderator.
Menyoal penanganan kasus trafficking yang begitu banyak, menurut Drs. Simon Tokan “Gugus tugas pemberantasan trafficking yang dibentuk tidak dapat secara maksimal bekerja karena begitu banyak kasus yang terjadi, namun anggaran yang disediakan sangat minim. Selain itu, dalam RENSTRA Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tidak secara jelas menjelaskan mengenai trafficking sehingga berakibat pada penyusunan DIPA.
Sejauh ini Dinas NAKERTRAS dengan keterbatasannya telah berusaha menanggulangi masalah TKI ilegal dan trafficking ini. Sosialisasi masal lewat media massa, baliho, spanduk, selebaran dan sasaran sosialisasi yang utama adalah Seluruh Lurah dan Kepala Desa di NTT dan mengusulkan beberapa rekomendasi, yakni; Mempermudah birokrasi penempatan TKI, perlu digagas Kantor Pelayanan Satu Atap/Satu Pintu, pendirian BLKLN, Memperkuat kontrol pintu keluar dengan pembentukan dan optimalisasi peran dan fungsi gugus tugas/satgas, Penegakan hukum yang tegas, sikat mafia TKI, kalau perlu pengiriman diurus negara dengan negara untuk menghindari profit motif; serta Perlu adanya Perda tentang Mekanisme dan proseduran penempatan TKI yang mengacu pada UU Nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan Perlindungan TKI ke Luar Negeri”.
Upaya pencegahan yang dilakukan pihak kepolisian juga telah dilakukan, sebagaimana disampaikan oleh AKBP Matheus Ma’u, yang juga merupakan anggota satgas trafficking, menurutnya “Selama ini Satgas lebih banyak melakukan tindakan penanganan, sehingga dari DITBINMAS POLDA NTT selalu melakukan pencegahan dengan sosialisasi ke satuan terkecil di masyarakat. Beberapa kali POLDA NTT telah menggagalkan proses pemberangkatan dari Bandara El Tari”.
Sementara itu disampaikan oleh Ansi Damaris Rihi Dara, bahwa “Human trafficking merupakan bisnis internasional dengan jaringan luas. Bisnis kejahatan terbesar yang paling menguntungkan setelah Narkoba”. Pungkasnya. “Jaringan sindikat ini punya berbagai macam modus untuk melakukan kejahatannya. Memiliki sindikat yang melibatkan banyak pihak (aparat hukum, aparat pemerintah, PJTKI dan mafia trafficking lainnya), selalu ada pihak yang dikorbankan apabila kasus itu bersentuhan dengan hukum.
Pihak yang dikambinghitamkan adalah Petugas lapangan (PL), cara menetapkan kambinghitam, dilakukan dengan membuat kontrakkerja yang isinya memberikan tanggung jawab seluruhnya kepada PL apabila melakukan perekrutan yang tidak sesuaidengan UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan TKI di Luar Negeri, dan UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdaganan Orang. Tinggi kasus dan korban human trafiking tidak diimbangi dengan proses hukum, di mana hanya 32 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan hampir semuanya hanya menyentuh petugas lapangan.
Pemimpin perusahaan, pihak aparat hukum yang membekingi dan aparat pemerintah yang mengeluarkan KTP Aspal bebas dari jeratan hukum. Proses hukum inipun hanya berputar pada penyelidikan dan penyidikan. Proses Pidana human Traffiking yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) umumnya merupakan kasus yang mendapat perhatian publik serta ada presure publik, yang tidak ada presure publik (baik oleh CSO maupun media) kasus tersebut hanya berputar pada penyidikan.
Ada indikasi terjadi “ATM” berjalan dalam kasus human traffiking. Hal ini sejalan dengan rilis Departemen LN US tentang bisnis trafficking dan juga hasil investigasi yang dilakukan Mabes Polri terkait human trafficking yang mengindikasikan adanya mafia traficking di jajaran kepolisian, maupun kasus yang menjerat Brigpol Rudy Soik”.
Trafficking dalam konteks ketimpangan relasi gender, Firmansyah A.D. menjelaskan “Trafficking merupakan kejahatan kemanusian yang terjadi juga atas sebab relasi gender yang timpang, laki laki kuat perempuan lemah, laki laki diatas perempuan dibawah, laki laki bos perempuan bawahan, serta tindakan diskriminasi dan ketidak adilan yang dialami oleh kaum perempuan. Pandangan perempuan sebagai objek yang dapat dimanfaatkan, sebagai komiditi jualan yang menguntungkan adalah cara pandang bias gender yang menjadi penyumbang mudahnya orang (lebih banyak laki laki) melakukan penipuan dan pemanfaatan, dan menjadikan perempuan korban kekerasan. Cara padang ini harus diubah, karena cara pandang ini sangat tidak humanis dan tidak sesuai fitrah manusia. Laki laki dan perempuan sama, punya harkat dan martabat yang sama di mata Tuhan apalagi manusia, oleh karena itu benar anggapan filsuf yunani yang mengatakan ubah cara pandang anda, karena cara pandang anda menentukan kualitas perilaku anda”.
Lebih lanjut Firman, mengatakan “dalam kasus trafficking ia mendapatkan faktr budaya yang juga melanggengkan kejahatan tersebut terjadi. Di TTS misalnya, orang tua dengan mudah menyerahkan anaknya kepada agen perekrut setelah menerima “okomama”. Seorang anak yang telah dibesarkan dengan susah payah dan pengorbanan yang luar biasa tersebut dengan mudahnya ditukar dengan sirih pinang karena lebih menjunjung tinggi nilai budaya dari nilai kemanusian.
Hal yang kemudian harus kita ubah di masyarakat, budaya hari ini ikut menindas kaum perempuan. Ia juga mengkritisi hal aneh yang terjadi pada masyakat NTT, jika kita cermati data pilah gender maka kita akan mendapati yang berangkat TKI itu mayoritas perempuan dengan alasan ekonomi keluarga. Sementara kita tahu bersama bahwa budaya patriarki dengan tegas menyatakan sebagai kepala keluarga, laki laki wajib menafkahi keluarga. Ini agak aneh karena tanggung jawab menafkahi dilimpahkan pada perempuan dengan mengorbankan dirinya bahkan ada yang ketika hasil kerja diluar negeri dikirim, malah disalahgunakan.
Gagasan Kesetaraan dan Keadilan.
Gagasan yang dibawa oleh Laki-laki Baru ialah tentang laki-laki yang turut berjuang bersama perempuan untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan dalam berelasi dengan perempuan, karena hal itu (kesetaraan dan keadilan sebagai nilai) telah menjadi komitmen tersendiri bagi Aliansi Laki-laki Baru.
Selain melakukan edukasi tentang redefinisi maskulinitas melalui pertemuan komunitas, media sosial, membangun sekolah community organizer (CO), serta kegiatan lainnya. Aliansi Laki-laki Baru juga membangun jejaring dengan pihak yang berpotensi menjadi mitra strategis dalam mengkampanyekan pencegahan kekerasan terhadap perempuan, mulai dari pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, dan lainnya, lalu mengajak memahami tentang keadilan gender dan bahaya trafficking untuk diintegrasikan dengan kebijakan, hukum adat, dst.
Kampanye Pencegahan Trafficking lewat Car Free Day.
Setelah menyelenggarakan talkshow, CIS Timor, Yayasan Sanggar Suara Perempuan, dan Komunitas Laki-laki Baru Kupang, menggelar kampanye terbuka mengajak penikmat Kupang car free day dan masyarakat NTT untuk cegah Trafficking. Dengan membagikan pamflet serta setangkai bunga, peserta kampanye mengajak masyarakat untuk merubah paradigma berpikir masyarakat dengan tidak menganggap perempuan sebagai objek layaknya barang yang dijual.
Selain itu penikmat car free day juga diajak untuk membubuhkan tanda tangan sebagai bukti dukungan masyarakat cegah trafficking dimulai dari keluarga serta menyebarluaskan informasi pencegahan trafficking kepada masyarakat NTT lainnya.