Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi terkait kasus perempuan yang meninggal karena diperkosa oleh 14 laki-laki di Bengkulu
Kepada Yth.
Bapak Joko Widodo
Presiden Republik Indonesia
Di Jakarta
Assalamu’alaikum Warahmatullahi wa Barakaatuh,
Semoga Bapak Presiden senantiasa dilimpahi kesehatan sehingga dapat menjalankan peran-peran penting Bapak dalam menghadirkan negara dalam kehidupan setiap warga negara Indonesia.
Bapak Presiden yang saya banggakan, mungkin bapak telah membaca berita tentang ditemukannya perempuan belia yang tak lagi bernyawa di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu belum lama ini.
Bapak Presiden mungkin juga sudah tahu bahwa gadis yang lebih tepat disebut anak-anak itu kehilangan nyawa setelah diperkosa oleh 14 orang yang kebetulan berjenis kelamin yang sama dengan saya dan Bapak Presiden, laki-laki.
Kematian perempuan korban perkosaan tersebut meninggalkan kesedihan sekaligus kemarahan yang tidak terkira serta menghadirkan kecemasan tiada tara karena hal serupa dapat saja dialami oleh siapapun seperti dua anak perempuan saya, isteri saya, saudara perempuan saya dan semua perempuan yang dicintai laki-laki termasuk perempuan-perempuan yang Bapak Presiden cintai.
Saya tidak tahu mengapa peristiwa-peristiwa perkosaan terhadap perempuan ini terus terjadi di negara yang Bapak Presiden pimpin ini. Negara yang katanya religius, ramah dan memiliki sopan santun yang tinggi.
Jangan-jangan karena religiusitas kita hanya untuk kepentingan politik dan kekuasaan, keramahan dan sopan santun kita hanya untuk pencitraan atau karena memang kita tidak peduli, cenderung membiarkannya, atau bahkan mendorongnya untuk terus terjadi.
Betapa tidak, hukuman-hukuman untuk para pelaku kejahatan perkosaan di negara ini kerapkali tidak memenuhi rasa keadilan perempuan. Setiap kali perkosaan terjadi alih-alih menghujat pelaku perkosaan, kita sibuk mengajari perempuan tentang cara berpakaian.
Tidak jarang kita menjadikan perkosaan sebagai bahan lelucon bahkan atas nama nama baik keluarga dan masyarakat kita menutupinya, menyembunyikan atau tega menikahkan perempuan korban dengan pelaku perkosaan, sikap dan perilaku yang susah diterima dengan akal sehat.
Atau jangan-jangan saya dan bapak Presiden yang berjenis kelamin laki-laki ini diam-diam menikmati keuntungan dari setiap peristiwa perkosaan terhadap perempuan.
Karena dengan setiap peristiwa perkosaan kita tidak perlu capek untuk menceramahi mengapa perempuan harus tinggal di rumah, kita tidak perlu berbusa-busa mengutip dalil-dalil tentang kepemimpinan perempuan yang tidak dibolehkan agama, kita tidak perlu membangun argumentasi tentang betapa bahayanya perempuan di luar rumah, dan kita tidak perlu capek-capek menunjukkan kekuatan fisik kita untuk menunjukkan bahwa apapun alasannya laki-laki itu lebih kuat dari perempuan.
Karena keuntungan ini kemudian kita diam, kita tidak perlu melakukan apa apa seraya berkilah toh bukan saya yang melakukan perkosaan.
Bapak Presiden yang saya cintai, saya tahu bahwa Bapak adalah salah satu dari delapan pemimpin dunia yang berkomitmen untuk memajukan kesetaraan dan keadilan gender, dan saya juga tahu bahwa Bapak merupakan salah satu Duta Kampanye Global HeforShe yang digagas Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dan Semoga Bapak masih ingat bahwa konsekuensi dari komitmen tersebut Bapak Presiden harus melakukan langkah-langkah strategis untuk memajukan kesetaraan dan keadilan gender di dalam negeri.
Yang saya tahu, salah satu komitmen Bapak sebagai salah satu pemimpin dunia yang memiliki komitmen pemajuan kesetaraan dan keadilan gender adalah melakukan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan maka ketika masih ada perempuan yang mati karena kekerasan yang dialaminya seperti kasus Yuyun, berarti komitmen Bapak Presiden masih belum terwujud dan mimpi Bapak untuk menghadirkan negara bagi setiap warga negara masih menjadi mimpi bagi perempuan di Indonesia.
Kecuali bapak segera mengambil langkah-langkah strategis membangun mekanisme perlindungan perempuan dari tidak kekerasan lebih khusus kekerasan seksual terhadap perempuan.
Bapak Presiden yang saya banggakan, Bapak dapat mendorong penyegeraan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang sudah menjadi prioritas program legislasi nasional DPPRI, Bapak juga dapat merevitalisasi peran-peran pusat layananan untuk perempuan korban kekerasan, membangun sistem peradilan pidana terpadu untuk kasus kekerasan terhadap perempuan, serta membangun mekanisme pemulihan bagi korban.
Terakhir, Sebagai duta kampanye global HeforShe, Bapak Presiden perlu menyuarakan kepada seluruh laki-laki di Indonesia tentang pentingnya laki-laki untuk bersikap dan bersuara menentang kekerasan terhadap perempuan termasuk perkosaan.
Karena hanya dengan begitu saya dan Bapak Presiden tidak akan menjadi bagian dari sistem yang melanggengkan kekerasan terhadap perempuan dan ketidakadilan gender secara umum.
Wassalamualaikum Warahmatullahi wa Barakatuh
Hormat Saya,
Nur Hasyim
Warga Sleman, Yogyakarta.