Sebelum ada kegiatan keterlibatan laki-laki dalam isu gender, perempuan dipandang sebagai manusia nomor dua, bila ia istri maka di tempatkan sebagai pelayan suami dan perawat rumah, bahkan di dalam relasi rumah tangga, perempuan tidak boleh terlibat dalam pengambilan keputusan karena konstruksinya berada di bawah kuasa laki-laki.
Apa yang terjadi di atas, itu dulu, tetapi sejak diselenggarakannya pelatihan tentang keterlibatan laki-laki pada isu gender, justru terjadi perubahan yang signifikan dalam perubahan prilaku, baik pribadi maupun sosial di desa dengan indikator diberikannya ruang untuk perempuan serta sikap menghargai keberadaan perempuan di ranah publik. Perubahan perilaku laki-laki yang mengikuti kegiatan pelibatan laki-laki menjadi kian signifikan manakala adanya keterlibatan tokoh masyarakat, dan sejumlah aparatur desa yang terdiri dari Badan Permusyawaratan Daerah (BPD), Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), serta kelompok pemuda desa.
Kini, laki-laki di Desa Sapit, Suela, Babidas, Beririjarak, dan Desa Jurit Baru, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang sudah memiliki pengetahuan tentang konsep keadilan gender, turut terlibat dalam melakukan pekerjaan domestik bersama pasangannya, padahal sebelumnya, melakukan pekerjaan domestik selain dianggap sebagai domainnya perempuan, juga akan mendapatkan stigma dari masyarakat sebagai suami yang kalah dari sang istri, atau dalam istilah lokal disebut bawang belot.
Dampak positif dari adanya kelompok laki-laki yang telah terpapar isu gender, kini justru kaum laki-laki yang mendorong kaum perempuan untuk terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang sebelumnya di dominasi kaum laki-laki, terutama untuk persoalan air minum, di mana saat ini perempuan justru terlibat sebagai pengurus Himpunan Pemakai Air Minum (HIPAM). Selain itu, saat ini juga tengah berkembang trend munculnya komunitas perempuan di desa sebagai upaya kaum perempuan mengorganisir dan memberdayakan diri dan komunitasnya.
Kegiatan Peningkatan Kapasitas
Upaya yang sudah dilakukan dalam pelibatan laki-laki pada isu gender di Desa Sapit, Suela, Babidas, Beririjarak, dan Jurit Baru, Kabupaten Lombok Timur, NTB, yaitu dengan menyelenggarakan pelatihan Community Organizer (CO) Laki-laki Baru untuk para pemuda, aparatur desa seperti BPD, LKMD, dan komunitas desa lainnya. Pelatihan CO dilakukan selain sebagai upaya peningkatan kapasitas terkait fungsi dan tujuan CO, juga untuk membangun perspektif gender, agar saat CO melakukan analisa sosial ia juga dapat menggunakan perspektif gender untuk melihat persoalan sosial yang ada.
Kegiatan pelatihan yang pesertanya didominasi laki-laki, serta banyaknya laki-laki yang terlibat pasca pelatihan, menjadi secercah harapan, bahwa ide untuk membangun desa yang adil gender bukan hal mustahil untuk dapat diwujudkan.
Catatan Penting Perubahan di Komunitas
- Laki-laki di komunitas sudah mulai berbagi peran dengan istri dan mau melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik. Tetapi begitu, karena konstruksi sosial yang sudah terjadi secara turun temurun, justru istri yang merasa canggung bila suami terlibat dalam tugas-tugas domestik, selain itu faktor tidak enak karena akan menjadi gunjingan dari tetangga menjadi salah satu penyebab kecanggungan istri.
- Laki-laki justru yang mendorong perempuan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan di tingkat desa, serta mengajak masyarakat untuk menghargai peran perempuan.
Tantangan
- Stigma dari masyarakat sebagai suami takut istri, kerap dilekatkan kepada para suami yang mengaplikasikan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender.
- Masyarakat masih menganggap tugas-tugas domestik adalah kodrat kaum perempuan.
Penulis: Diar Ruly Juniari, Penggiat Aliansi Laki-laki Baru dan Gema Alam NTB