Taruhan

Para penggila bola akan dimanjakan dengan serangkaian pertandingan sepakbola yang spektakuler dan paling dinanti dari daratan Eropa pada bulan-bulan ini. Bulan lalu, misalnya, penggila bola tanah air disuguhi pertandingan penuh emosi di liga bergengsi yang mempertandingkan klub-klub jawara Eropa, yakni Liga Champion. Pada partai final, Liga Champion mempertemukan dua musuh bebuyutan: Manchester United (MU) dan Chelsea. Dan pertandingan berakhir dramatis, sebuah kemenangan untuk MU.
Beberapa minggu ke depan, penggila bola tanah air juga akan disuguhi perhelatan akbar kejuaraan Eropa, sebuah ajang pembuktian negara Eropa mana yang paling tangguh dalam olah raga yang melibatkan sebelas pemain itu.
Setiap kali pertandingan digelar pasti akan terasa suasana persaingan antara kedua tim yang berlaga. Di luar arena pun iklim persaingan sangat terasa. Pendukung kedua tim akan mengunggulkan tim pujaannya dan, pada saat yang sama, melemahkan tim lawan. Saling ejek, saling serang, menjadi pemandangan yang lazim dalam setiap acara nonton bareng.
Suasana menjadi semakin panas ketika masing-masing pendukung mengunggulkan tim pujaannya, berbagai analisis yang ndakik-ndakik pun keluar untuk menunjukkan bahwa timnya paling unggul, mulai dari materi pemain, strategi bertanding, bahkan sampai situasi psikologis pemain.
Analisis yang ndakik dan yel-yel yang kerap membuat kuping panas ternyata belum cukup bagi para bobotoh ini. Untuk menunjukkan keunggulan tim pujaan harus dibuktikan dengan keberanian bertaruh untuk timnya. Pasar taruhan pun dibuka, mulai taruhan traktir, uang seribu sampai ratusan ribu, dan mungkin jutaan rupiah. Nominal-nominal rupiah pun berseliweran.  Suasana nonton pun semakin riuh rendah dengan berlangsungnya pasar taruhan.
Ya, taruhan. Taruhan dalam konteks ini terkait dengan norma maskulinitas, yakni norma berani-tidak berani. Seperti halnya judi, taruhan juga terkait dengan spekulasi dan spekulasi mengedepankan unsur keberanian. Ajang taruhan adalah ajang pembuktian siapa yang paling berani di antara para petaruh, siapa petaruh yang memasang taruhan paling tinggi, terlepas apakah tim yang dijagokan menang atau tidak. Dengan demikian taruhan bergeser dari soal dukungan pada tim favorit menjadi pembuktian kelelakian seseorang dalam jagat laki-laki.
Memang tidak dapat dipungkiri, laki-laki dan judi, termasuk taruhan, adalah dua hal yang saling terkait. Berdasarkan statistik, 80% pemain judi atau taruhan adalah laki-laki. Dan dari uraian di atas, terlihat bahwa taruhan menjadi bagian dari norma maskulinitas. Namun, saya yakin pembaca dapat menilai apakah taruhan merupakan maskulinitas positif atau negatif.
 

About Nur Hasyim

peminat kajian maskulinitas, trainer dan fasilitator tentang gender, maskulinitas dan kekerasan serta ayah dari dua anak perempuan. Saat ini menjadi pengajar di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang

Check Also

Observasi terhadap Budaya Patriarki: Diskusi Mengenai Gerbong Khusus Perempuan di KRL

Gerbong khusus perempuan difungsikan sejak 19 Agustus 2010 untuk merespons kebutuhan penumpang perempuan akan keamanan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *